RSS

Dibalik Cerita Sebuah Jam Tangan




Selesai memakai kerudung, Bay menyambar tas dan meraih jam tangan. Tas gendong hitam itu diletakkan di punggungnya. Ia melangkah keluar kamar sambil memakai jam, kemudian berpamitan pada ibunya. Beruntung ketika sampai di gang, ada angkot lewat. Jadi, Bay nggak lama-lama nongkrong di pinggir jalan. Ia menyetopnya. Menit berikutnya angkot itu meluncur, membawanya ke arah Kota Bogor.

Di tengah perjalanan, Bay melirik jam tangan. Memastikan dirinya nggak akan telat. Namun, alangkah kaget ketika jarum jamnya menunjuk ke angka 08.50. Padahal, seingatnya ia berangkat pukul 09.30 dari rumah.

“Ah, nggak mungkin!” serunya tertahan. Ia melihat lebih detail.
“Oh, jamku matiiiiiiiiii. Yaaaah…,” serunya kecewa.
“Uh uh, padahal kan ini jam kesayanganku. Hadiah dari orang tersayang. Mana boleh mati,” keluhnya.
“Harus segera dibetulin. Ntar sore akan kuperbaiki,” begitu rencananya.

Bay memang telat menyadari jam tangannya mati. Ketika memakainya di rumah, ia nggak memerhatikan sama sekali. Bay nggak tahu. Benar-benar nggak tahu kalo jarum kecil penunjuk DETIK sedang mogok berputar. Bay juga nggak tahu kenapa jamnya mati padahal belum lama ia menggunakannya. Sementara Bay sibuk memikirkan rencana memperbaiki jam tangan, terjadi perdebatan seru antara jarum penunjuk JAM, jarum penunjuk MENIT, dan jarum penunjuk DETIK.

“Tuh, lihat! Nona kita sedih gara-gara kamu,” ujar jarum JAM.
“Aku lebih sedih tahu! Setiap waktu harus berputar tanpa kenal lelah, tapi kerjaku nggak dianggap. Kamu enak, kerjamu nggak cape, tapi selalu disebut-sebut. Nona aja lebih suka menyebutmu,” protes jarum DETIK sambil bersungut-sungut.
“Kamu juga mending, masih disebut-sebut. Hanya aku yang jarang, bahkan nggak pernah, kecuali saat perlombaan atletik aja,” lanjutnya ditujukan pada jarum MENIT. Seketika jarum MENIT menengahi.
“Ya, memang benar, Nona dan orang-orang lebih sering menyebut JAM dan MENIT. Tapi, jasamu berarti banget kawan. Jasamu amat besar. Tahukah kau, kami nggak bisa hidup tanpamu? Kami begitu bergantung padamu,” ucap jarum MENIT menenangkan.
“Betul, kawan. Kamu sangat berjasa. Orang-orang akan kesulitan menentukan waktu jika kamu mogok begini. Kamu lihat kan Nona kita jadi susah? Walau nggak disebut, kamu berarti bagi kami,” tambah jarum JAM.
“Ayolah, kamu harus berputar lagi! Plis!” bujuk jarum MENIT.
“Iya, berputarlah kawan! Kumohon….” ujar jarum JAM memelas.
“Aku butuh waktu untuk berpikir dulu,” ucap jarum DETIK.

Sore hari sepulang kerja, Bay singgah ke BTM. Ia akan memperbaiki jam tangannya sesuai rencana. Ketika akan menyerahkan jam ke tangan penjual, Bay terkejut. Lagi-lagi ia kaget. Tak percaya dengan penglihatannya, ia mengucek mata. Memastikan kalau penglihatannya nggak salah.

“Oh...,” lontarnya gembira ketika menyaksikan jam tangannya kembali hidup.
“Maaf Mbak, nggak jadi. Jam saya udah hidup lagi,” ucap Bay pada pemilik counter sambil tersenyum malu-malu kucing.
“Ah, aya-aya wae!” seru Bay dalam hati sambil beranjak menjauhi counter.

Tapi, Bay gembira. Tentu saja ia gembira karena nggak usah mengeluarkan uang untuk memperbaiki jam tangan. Bay tersenyum lebar. Sambil menatap dan mengelus jam tangan kesayangannya, ia berkata,  “Jangan mati lagi ya....”

“Terima kasih, DETIK. Kau hebat!” ucap jarum JAM dan MENIT hampir berbarengan, “terima kasih telah membuat Nona kembali tersenyum.”
Jarum DETIK pun tersenyum. “Aku janji nggak akan mogok lagi, kecuali…,” ucapnya menggantung. Jarum JAM dan MENIT menunggu was-was.
“Ya… kecuali makananku habis,” lanjutnya diringi derai tawa. Jarum JAM dan MENIT pun ikut tertawa. Mereka bahagia karena usaha mereka seharian untuk membujuk jarum DETIK membuahkan hasil.

Itu sepenggal kisah Bay dan jam tangannya. Benar-benar kisah nyata loh, kawan. Hanya sedikit kutambah dengan hasil imajinasiku (hehehe). Lalu, apa hikmah yang bisa kita ambil dari kejadian itu? Siapa yang tahu? Ayo, angkat tangan untuk menjawab! :D

Baiklah, karena tidak ada yang menjawab, biar saya saja yang menyimpulkan (hehehe). Nanti ditambahkan saja kalo masih kurang tepat. Ada dua pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa tersebut.

Pertama, tentang peran dan posisi kita dalam sebuah organisasi, lembaga, instansi, partai, perusahaan, atau perkumpulan. Menurut saya, setiap anggota atau pegawai memiliki peran penting. Tak peduli besar kecil atau tinggi rendah peran dan posisi itu. Sebuah organisasi, lembaga, instansi, partai, perusahaan, atau perkumpulan tidak akan maju jika ada salah satu anggota melepaskan tugas dan tanggung jawabnya. Malahan, pasti akan bangkrut jika setiap anggotanya malas bergerak dan bekerja.

Percayalah, sekecil apa pun sumbangsih atau kontribusi yang kita berikan, itu amat berarti. Mungkin kadang-kadang hasil kerja keras kita tidak diakui, dianggap kecil, atau dilupakan. Tapi, itu jangan dijadikan alasan untuk mogok kerja. Lagian, meski dihadapan orang lain dianggap kecil dan dipandang sebelah mata, Allah memandang kerja keras kita dengan penuh.

Allah akan mencatat usaha kita. Sungguh, tidak ada yang luput dari pantauan-Nya. Berharap pujian atau reward dari manusia sangat melelahkan, maka berharaplah hanya pada Allah. Yang terpenting adalah pandangan Allah. Sebodo amat orang-orang menilai (Duh… kenapa saya jadi sok idealis dan sok bijak begini? Salah makan kali ya… :D).

Nah, sekarang jelas posisi kita penting. Bagi BP, keberadaan dan peran kita amat berarti. Semua penting, mulai dari pemimpin, manajer, KG, KL, KQC, KC, QC, GT, GK, GHT, GHL sampai staf, RC, OB, satpam (ada yang belum kesebut nggak ya? :D). Ingat, penting! Semua saling menunjang dan melengkapi (sengaja saya ngambil contoh BP karena faktanya gampang diraba dan diterawang, hehehe).

OB, misalnya, kalau dilihat sepintas, kerja mereka kelihatan sepele. Rasanya jauh untuk disambungkan dengan keberhasilan dan kemajuan BP. Tapi, coba bayangkan jika mereka mogok kerja! Pasti kantor BP bakalan kotor, berantakan kayak kapal pecah, dan tidak terawat. Bisa jadi akhirnya orang tua emoh datang ke BP dan siswa-siswa ogah belajar di BP. Kalau sudah begitu, bangkrutlah BP. Ditinggalkan konsumen. Maka, mari kita berdoa semoga tidak ada OB yang mogok kerja (hehe).

Kedua, tentang pentingnya rasa peduli antaranggota atau rekan kerja. Jika ada teman kita yang mogok kerja, kita harus tanggap. Sesama teman harus saling mendukung dan menyemangati. Saling empati dan simpati terhadap keadaan teman mesti ditumbuhkan. Bagaimana pun, kita adalah satu tubuh. Kita punya mimpi yang sama. Jadi harus solid dan bergerak bersama untuk mewujudkan impian itu.

Busyet dah panjang juga note ini. Tidak terasa saya udah mengetik begitu banyak. Pantesan jari-jari lentikku terasa kram (hehehe). Semua kalimat-kalimat di atas meluncur deras dari kepala saya. Susah untuk dibendung. Waduh, maaf maaf jika membuat matamu merem melek saat membacanya (hehehe). Semoga bermanfaat. Salam hangat…  ^__^

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 SAHABAT HATI. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy