RSS

SINOPSIS NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA HAMKA


Novel ini menceritakan kisah cinta sepasang remaja yang penuh rintangan. Seorang pemuda keturunan Minang, anak perkawinan campuran Minang-Mengkasar bernama Zainuddin mencintai wanita Minang dari Batipuh yang bernama Hayati. Percintaan mereka tidak direstui oleh keluarga Hayati. Hal itu karena Zainuddin hanyalah seorang anak pisang yang tidak bersuku, sedangkan Hayati adalah wanita bersuku dari keluarga terpandang.

Zainuddin diusir secara halus oleh paman Hayati dari Batipuh, Minankabau. Esok paginya, ketika Zainuddin akan berangkat menuju Padang Panjang, ia bertemu Hayati di tengah perjalanan. Hayati sengaja menunggu Zainuddin untuk mengucapkan salam perpisahan. Pada kesempatan itu, Hayati berjanji akan tetap mencintai Zainuddin dan setia menunggu sampai kapan pun. Mereka berdua bersepakat untuk saling berkirim surat.

Tak lama, Hayati dilamar oleh Aziz, kakak Khadijah. Khadijah adalah sahabat Hayati dari Padang Panjang. Bersamaan dengan itu, Zainuddin pun melamar Hayati melalui surat. Namun, setelah diadakan rapat ninik-mamak, lamaran Azizlah yang diterima. Hal itu berdasarkan pertimbangan bahwa Aziz berasal dari keluarga termasyur dan berpangkat, apalagi punya pekerjaan tetap. Kemudian, dikirimlah surat penolakan lamaran kepada Zainuddin. Khadijah pun mengirim surat kepada Zainuddin yang isinya memberitahukan bahwa Hayati akan segera menikah dengan Aziz sehingga Khadijah meminta Zainuddin untuk melupakan Hayati.

Awalnya Zainuddin menyangka Hayati dipaksa menikah dengan Aziz, namun setelah menerima surat dari Hayati yang mengatakan bahwa Hayati menerima lamaran Aziz atas kemauannya sendiri, Zainuddin merasa kecewa. Ia tidak menyangka, Hayati akan melupakan janjinya. Akhirnya, ia jatuh sakit selama dua bulan.

Setelah sembuh, sahabat karib Zainuddin, Muluk, memberinya saran untuk mencari kesibukan agar bisa melupakan Hayati. Kemudian, untuk mengobati kesedihannya, ia pergi ke Pulau Jawa ditemani Muluk. Di sana ia mengembangkan bakat mengarangnya. Kariernya di Surabaya sukses. Ia menjadi sastrawan dan dramawan terkenal. Sementara itu, Hayati juga berada di Surabaya mengikuti suaminya bekerja.

Suatu hari mereka bertemu dengan Zainuddin pada acara pertunjukkan sandiwara dari Club Anak Sumatera. Sejak pertemuan itu, Zainuddin bersahabat baik dengan Aziz dan Hayati.

Makin hari Aziz mulai menunjukkan kelakuan buruknya. Bahkan, Aziz kadang-kadang berani menyakiti hati Hayati. Bisa dikatakan rumah tangga mereka nyaris berada di jurang perpecahan. Aziz senang berjudi dan main perempuan sehingga ia dipecat dari pekerjaannya dan rumahnya disita.

Karena tidak ada tempat terdekat yang bisa dituju, mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin untuk sementara. Aziz pergi ke Banyuwangi untuk mencari pekerjaan dan menitipkan Hayati sampai ia mendapat pekerjaan. Tak lama, datang berita tentang Aziz bunuh diri di sebuah hotel. Di dekat mayat Aziz ditemukan surat untuk Zainuddin. Isinya menerangkan bahwa Aziz ingin mengembalikan Hayati kepada Zainuddin.

Zainuddin tidak bisa menerima Hayati sebagai istrinya karena Hayati pernah mengkhianati dan menyakitinya. Meskipun Hayati telah meminta maaf dan bersikeras akan tetap tinggal di rumah Zainuddin, Zainuddin tetap pada pendiriannya.

Akhirnya, Hayati dipulangkan ke kampung halamannya. Sebelum pergi dari rumah Zainuddin, Hayati berusaha menulis surat untuk Zainuddin. Kemudian, ia diantarkan oleh Muluk sampai ke pelabuhan. Sebelum naik kapal van der wijck, ia menitipkan surat itu kepada Muluk.

Setelah membaca surat Hayati, Zainuddin menyadari bahwa cinta Hayati masih tulus. Ia pun berniat akan mengajak Hayati kembali ke rumahnya. Zainuddin segera menyusul Hayati. Akan tetapi, sirnalah harapannya Karena kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam. Akibat kecelakaan itu, Hayati meninggal. Tak lama, Zainuddin pun jatuh sakit sampai akhirnya meninggal, menyusul cinta sejatinya.

Sinopsis Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” Karya Kuntowidjoyo

Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” mengisahkan seorang anak laki-laki bernama Buyung yang menyukai bunga, tetapi ditentang keras oleh ayahnya. Cerita dimulai dengan kepindahan keluarga Buyung dari desa ke kota. Di kota, rumahnya bersebelahan dengan sebuah rumah berpagar tembok tinggi. Dari orang-orang, Buyung mendapat kabar bahwa rumah itu dihuni oleh seorang kakek yang hidup sendiri. Karena terdorong rasa penasaran yang kuat, akhirnya ia mengintip rumah itu dengan naik ke pagar tembok melalui pohon kates di pekarangan rumahnya. Ia kaget ketika menyaksikan pemandangan halaman rumah itu yang penuh dengan banyak bunga. Namun. Ia tak berhasil melihat kakek. Ia pun bertanya pada orang-orang tentang kakek, tetapi tak satu pun yang mengetahuinya. Walaupun kawan-kawannya mengejek, ia tetap mencari informasi  tentang kakek. Sampai suatu hari, ia bisa bertemu  kakek itu secara dekat. Pada pertemuan pertama, kakek memberinya bunga yang diselipkan pada tangannya. Anehnya, ia langsung mencintai bunga itu. Ayahnya menentang dan menghancurkan bunga itu. Buyung merasa sedih.
Sejak itu, Buyung sering mengunjungi rumah kakek dan pulang membawa bunga ke rumah. Bunga itu ia simpan di kamarnya. Ayahnya marah besar melihat hal itu. Akhirnya terjadilah perang dingin antara ia dan ayah. Ia menghindari bertemu ayah. Ia lebih memilih mengurung diri di kamar sambil menatap bunga-bunga atau pergi ke rumah kakek. Ayahnya tak menyukai hal tersebut, maka disuruhlah Buyung bekerja di bengkel yang berada di halaman rumah. Praktis, seluruh waktu yang dimilikinya habis untuk sekolah, mengaji, dan bekerja. Ia hampir tak punya waktu untuk berkunjung ke rumah kakek. Ketika ada kesempatan, barulah ia dapat menemui kakek. Saat itu, ia menanyakan pekerjaan kakek. Kakek menjawab bahwa ia mencari hidup sempurna melalui bunga. Ia juga bertanya pada ayah. Ayahnya menjawab bahwa ia mencari hidup sempurna melalui bekerja. ”Engkau mesti bekerja. Sungai perlu jembatan. Tanur untuk melunakkan besi perlu didirikan. Terowongan mesti digali. Dam dibangun. Gedung didirikan. Sungai dialirkan. Tanah tandus disuburkan. Mesti. Mesti, Buyung! Lihat tanganmu!” kata ayahnya. Buyung pun menemukan jawaban bahwa kedua tangannya harus digunakan untuk bekerja. Kemudian, cerita ditutup dengan sebuah kalimat singkat, ”Bagaimanapun aku adalah anak ayah dan ibuku”.
******

Cerita yang sungguh menarik bukan? Berkisah tentang bunga. Biasanya bunga memang disukai perempuan. Akan tetapi, bagaimana jika ada laki-laki yang menyukai bunga? Salahkah? Pengarang akhirnya mengangkat pertanyaan itu ke dalam sebuah cerpen. Pengarang berani mendobrak suatu kebiasaan yang ada di masyarakat. Ide yang berkembang bahwa seorang laki-laki harus jantan, tidak boleh feminim, dan tidak boleh menyukai sesuatu yang hanya boleh dilakukan perempuan, ia langgar.
Cerita pendek selalu bisa mencatat hal-hal yang kadang kala jauh berada di luar main-stream pemikiran biasa. Ia bisa menukik – bahkan  kadang tak terduga – dan menggedor atau menentang teori-teori yang berkembang dalam membedah sebuah kasus. Seno Gumira Ajidarma, salah seorang sastrawan terkemuka di Indonesia, pernah mengatakan dalam sebuah kredonya bahwa fiksi adalah pembocoran dari sebuah fakta. Fiksi – dalam pandangan Seno – harus mampu menuliskan realita lain dari fakta yang dibekukan secara politis. Kuntowidjoyo dalam cerpen ini telah melakukan hal itu. Ia tidak berbicara tentang bunga yang disukai perempuan, tetapi seorang laki-laki yang mencintai bunga. Lebih dari itu, ada hal penting yang juga menarik diungkit, yaitu gambaran bagaimana seseorang harus memandang hidup. Hal itu pengarang sampaikan melaui tokoh-tokohnya. Tokoh kakek memandang hidup untuk mencari ketenangan jiwa (ia mendapatkannya melalui bunga-bunga). Sebaliknya, tokoh ayah menganggap hidup untuk bekerja (cenderung mementingkan dunia).
Bagaimanakah Anda memandang hidup ini?
Copyright 2009 SAHABAT HATI. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy