RSS

Belajar Merangkai Kata


Rangkailah kata
Tuangkan makna
Ciptakan cerita
Sampaikan pada dunia

Mmm… Kali ini saya akan bercerita (semoga tak membuat matamu ngantuk :D). Dulu, ketika praktik mengajar di SMAN 6, saya diminta guru pamong untuk mengajarkan materi menulis puisi kepada siswa kelas X. Jujur sejujur-jujurnya dari hati yang paling dalam (hehe), itu materi yang menantang bagi saya. Seketika perasaan kurang PD muncul (was-was gitu deh). Alamak, saya tak pandai menulis puisi, macam mana pula mau mengajarkan anak orang? Mana pas ngajar bakalan diawasi guru pamong lagi! (oh, tolonglah ibu!) :D

Jadilah dua hari sebelum mengajar, saya sibuk buk buk melakukan persiapan. Mulai dari membuat silabus, RPP, media ajar yang menarik, sampai melalap (dan merujak :D) buku-buku yang berkaitan dengan puisi. Saya berusaha melakukan persiapan semaksimal mungkin karena ingin KBM berjalan sukses dan berkesan bagi siswa. Paling tidak, saya bisa mengubah imej dalam benak mereka bahwa menulis puisi itu tidak sulit, tapi begitu mudah dan menyenangkan.

Hari mengajar tiba. Tak urung jantung saya deg-degan (ya iyalah… itu tandanya saya masih hidup :D). Tapi sumpeh deh, jantung saya berdegup lebih kencang dan berdebar lebih keras sama seperti ketika ditatap pangeran tampan (hahaha). Biarpun begitu, saya mencoba bersikap tenang dan meyakinkan.

Setelah mengucapkan salam, doa, mendata kehadiran, dan mengondisikan siswa untuk belajar, saya perlihatkan setangkai mawar kepada mereka (harap jangan salah paham dulu sodara-sodara, saya bukan mau melakukan adegan romantis macam di film-film love kok, hehe). Tujuannya untuk merangsang otak mereka. Kemudian, saya minta mereka untuk mengungkapkan kata yang muncul di benaknya ketika melihat bunga itu. Kata-kata yang mereka ucapkan saya tulis di papan tulis, lalu saya rangkai menjadi larik-larik. Akhirnya, menjadi bait-bait. Maka, terciptalah sebuah puisi.


Mawar di tanganku
Betapa indah
Merah merona memesona
Seindah rupamu
Seelok parasmu

Mawar di tanganku
Betapa harum
Mewangi semerbak
Sewangi tubuhmu
Seharum namamu

Mawar di tanganku
Maukah kau terima?
Tanda kagumku pada-Nya
yang menciptakan sosokmu


“Apa yang ibu tulis di papan tulis ini, Anak-anak?” tanya saya basa-basi (haha).
Mereka serempak menjawab, “Puisiiiiiiiiiii…..”
“Betul sekali. Hari ini kita akan belajar menulis puisi,” ujar saya sambil tersenyum manis (hehe), “sekarang kalian lihat kan? menulis puisi itu mudah,” lanjut saya.

Para siswa hanya terbengong-bengong (entah takjub, entah kaget, atau entah mau protes tapi tak mungkin dan tak berani :D). Sementara, guru pamong tersenyum penuh arti (tatapannya seolah mengatakan, “pembukaan yang menarik!” haha PD banget saya ya? :D).

Dua puluh menit berikutnya, saya menjelaskan konsep dasar puisi kepada mereka. Tak ketinggalan, contoh puisi karya penyair terkenal pun saya siapkan. Bahkan, sudah saya tulis di kertas karton berukuran besar dan ditempel di papan tulis. Saya minta salah seorang dari mereka untuk membacakannya di depan kelas.

Tibalah saatnya sesi menulis puisi. Tema yang saya tawarkan bebas. Terserah mereka. Saya biarkan mereka menulis apa pun yang sedang dirasakan, dialami, dihadapi, atau ditemui. Jika mentok di dalam kelas, saya suruh mereka mencari ide di luar kelas. Saya pun menyiapkan gambar-gambar menarik kalau-kalau ada siswa yang tidak punya ide sama sekali.

Waktu terus bergerak tanpa bisa dilawan. Habislah jatah waktu yang saya berikan kepada mereka. Mereka mengumpulkan hasil karyanya. Saya perhatikan sekilas. Hmm… temanya khas ABG, tak jauh-jauh dari love, mulai dari cinta terpendam, cinta bersemi indah, cinta bertepuk sebelah tangan, cinta segitiga, cinta jarak jauh, cinta dua dunia, putus cinta, cinta terhalang restu, sampai cinta-cintaan alias cinta monkey :D. Ah, ABG ABG! (hehe). Sebagian ada yang menceritakan ibu, sahabatnya, keindahan alam, dan kaum marjinal. Beberapa ada juga yang berkisah tentang impian, harapan, dan cita-cita yang hendak diwujudkannya.

Di antara sekian banyak puisi itu, tiba-tiba mata saya tertuju pada sebuah puisi yang ditulis dengan huruf besar-besar. Ketika membaca isinya, saya ingin ngakak. Tapi segera sadar kalau anak-anak sedang memperhatikan. Bukan, saya bukan ingin menertawakan puisinya karena jelek. Sungguh, puisi itu beda dengan puisi-puisi yang lain. Amat kocak dan idenya kreatif (penasaran? baguslah :D).

Waktu yang tersisa amat terbatas. Tak memungkinkan semua anak membacakan puisinya hari itu. Maka, saya hanya menetapkan lima orang dulu yang akan maju. Sebelum mereka, saya duluan yang membaca puisi karya sendiri (teringat pesan dosen ketika perkuliahan bahwa guru harus memberi contoh yang baik, “Celakalah Anda, menyuruh siswa membuat ini itu tapi Anda tak melakukannya,” haha serem, takut kualat saya :D).

Kemudian, saya suruh anak yang menulis puisi kocak tadi untuk maju ke depan (“Aha, kena kamu, Nak!” teriak saya dalam hati, hehe). Anak cowok itu maju dengan langkah gagah. Dia berhasil membaca puisinya dengan baik. Tentu saja, dengan diiringi backing vocal “huuu...” teman-temannya pada bait awal dan suara “grrrrrrrr… gakgakgak” pada bait akhir :D. Setelah itu, saya persilakan dia menunjuk temannya untuk maju. Begitu seterusnya.

Inilah puisi kocak yang saya maksud. Tapi saya tak bisa berjanji akan membuatmu tertawa. Hanya satu hal, jika Anda tidak tertawa, berarti otak Anda sedang bermasalah (haha).

Bersinarlah untukku

Kau hadir dalam setiap mimpi indahku
Kau sinariku dengan cahaya terangmu
Kau hilangkan rasa takut dalam jiwaku
Kau bantu pencarianku yang tertunda

Aku tak tahu sampai kapan kau bertahan
Akan kuingat jasamu selalu
yang menjauhkanku dalam keterpurukan
Aku ‘kan selalu bersamamu

Philips,
Terus terang, terang terus
Sinari duniaku
Terangi malamku

Epilog: KBM hari itu berjalan lancar, aman, tertib, dan terkendali. Alhamdulillah semua berjalan sesuai rencana. Puisi mereka telah saya bukukan dan disimpan di perpustakaan sekolah.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 SAHABAT HATI. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy