Jenuh? Bosan? Pikiran suntuk? Kondisi begitu memang kerap datang di tengah rutinitas harian yang monoton. Saatnya manjakan diri Anda dengan refreshing. Yang suka suasana alam, datanglah ke pegunungan, seperti yang telah kami lakukan. Dijamin pikiran Anda akan kembali fresh dan jernih. Panorama gunung akan menyihir mata Anda. Hawa gunung akan menghanyutkan jiwa Anda (Coba tebak, majas apakah ini? :D).
Back to nature sambil bertafakur. Itulah slogan yang kami usung. Niat kami sederhana saja, ingin menikmati keagungan Tuhan. Dengan menyaksikan keindahan alam yang terbentang luas, pasti siapa pun akan terkagum-kagum. Jika ciptaan-Nya begitu indah dan sempurna, apatah lagi Dia Yang Maha Menciptakan.
Baiklah, dengan senang hati saya akan berbagi pengalaman mengunjungi Curug Cibadak kepada Anda. Curug yang terletak di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor ini termasuk salah satu curug yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Ada tiga pilihan arah yang bisa ditempuh:
(1) dari Sukabumi bisa melewati jalan dekat Stasiun Cigombong – Cijambu – Loji – Pasir Jaya;
(2) dari ciawi bisa melewati jalan dekat Pasar Caringin – Maseng – Cibadak – Loji – Pasir Jaya; dan
(3) dari bogor bisa melewati Batutulis – Cipaku – Pamoyanan – Cihideung – Cibadak – Loji – Pasir Jaya.
Tepat di Gang Loji, ada papan nama bertuliskan “Curug Cibadak dan Suaka Elang”. Masuklah melalui gang itu hingga tiba di pos satpam seperti terlihat pada foto.
Dari sana kami harus berjalan hingga bertemu Pos TNGHS. Sepanjang mata memandang, kehijauan membentang di sepanjang kiri kanan jalan. Benar-benar menyejukkan pandangan. Sayangnya, waktu itu kami lupa membawa meteran, jadi jarak dari pos satpam ke Pos TNGHS tak bisa terhitung, hehe… Tapi, percayalah perjalanan ke sana tak akan terasa jauh kok. Apalagi sambil diselingi ngobrol dengan teman, benar-benar tidak terasa capek. Ketika mulai terasa lelah, kami berhenti sejenak sambil bergaya di depan kamera, hehe... Oya, kalau merasa tak kuat berjalan, Anda bisa mengendarai motor untuk menuju pos tersebut. Meski jalannya cukup lebar, mobil dilarang masuk.
Pasukan pagar betis :D
Di tengah perjalanan, tiba-tiba hujan turun tak terbendung. Karena tak ada tempat berteduh, kami terus berjalan hingga menuju pos. Air hujan membasahi pakaian kami, tapi kami tak peduli. Kami tetap melangkah dengan pasti, menyusuri setiap inci jalanan yang asri. Kapan lagi coba bisa hujan-hujanan begini? Mumpung tak ada yang melarang :D.
Setelah sampai di Pos TNGHS, kami segera mendaftar dan membayar tiket masuk. Ukuran pos cukup besar, terbagi menjadi tiga bagian: tempat pendaftaran, mushola, dan kamar kecil. Jika ingin mengetahui info tentang Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Anda bisa bertanya kepada penjaga yang bertugas di pos tersebut. Oya, harga tiket masuk cukup murah loh, lebih murah daripada harga semangkok bakso. Lihat harga tiket pada foto berikut.
Usai urusan administrasi, kami melanjutkan perjalanan menuju curug. Tantangan selanjutnya, kami harus melewati jembatan gantung dan hutan pinus.
Inilah jembatan gantung. Jembatan ini terbuat dari gabungan kayu dan kawat. Kalo menurut saya, lebih tepat dinamai jembatan goyang. Ketika menginjakkan kaki di jembatan ini, badan saya bergoyang-goyang. Tapi bukan goyang ngebor apalagi goyang ngecor yah :D. Jembatan yang romantis ini maksimal bisa dilalui oleh lima orang dalam sekali menyebrang. Untuk menjaga keseimbangan, kami berjalan agak berjauhan. Berdekatan atau bergandengan pun sebenarnya tak ada masalah, hanya menjaga jarak aman saja :D
Seperti inilah kami menyeberang. Benar-benar dinikmati dan diresapi. Sungguh, ada sensasi getaran ajaib yang saya rasakan ketika berada di jembatan ini (halah, lebaydotcom :D).
Mba linda sedang bergaya ^_^
Setelah melalui jembatan, kami pun tiba di hutan pinus. Di sini teduh. Udaranya sejuk. Hmm… adem ayem tentrem! Basah-basah gimana gitu, hehe… Tempatnya agak mirip-mirip hutan di Film Twilight (menurut saya loh, harap jangan protes :D). Seketika saya membayangkan adegan syuting di sini (nah, ini obsesi menjadi sutradara dan aktris, hehe…). Ah, daripada membayangkan yang tidak-tidak, mendingan berperan sebagai juru foto saja. Cekidot, gambar yang beruntung terjepret oleh kamera saya! :D
Tak lama menelusuri hutan pinus, gerimis berhenti. Sekeliling cerah oleh sinar mentari. Cuaca memang sering berganti-ganti. Pagi hari mentari bersinar hangat, bisa jadi siang hari hujan turun dengan lebat. Sore hari cerah cemerlang, bisa jadi malam hari hujan menyerang. Di sini saya tak menduga perubahan cuaca akan terjadi begitu cepat. Ah, sungguh dahsyat! :D
Setelah bergaya sejenak di batu besar, perjalanan pun dilanjutkan. Kami terus melangkah tak pantang menyerah. Semangat mendatangi curug tetap menggebu.
Tiga wanita penakluk :D
Setelah berjalan menanjak, Alhamdulillah kami menemukan tempat duduk. Tanpa pikir panjang kami pun segera istirahat. Duduk-duduk sambil menikmati bubur kacang ijo dan asinan buah. Mantap! Jarak dari Pos TNGHS ke tempat duduk ini hampir sama dengan jarak dari tempat duduk ini ke curug. Itu berarti masih ada setengah perjalanan lagi yang harus kami tempuh. Dari sini gemuruh air terjun mulai terdengar. Semangat kami pun kembali berkobar.
Akhirnya perjuangan kami menemukan ujungnya. Tibalah kami di Curug Cibadak. Senang sekali rasanya. Kebahagiaan pun memancar dari wajah kami. Rasa letih berganti dengan rona gembira. Subhanallah…
Curug tampak dari samping kanan
Melakukan perjalanan panjang tentu saja melelahkan. Entah berapa kalori yang sudah kami bakar. Rasa lapar pun menyerang. Kemudian, kami berkumpul di saung yang berada tepat di depan curug untuk menikmati makan siang. Ternyata oh ternyata, menyantap makan siang dengan view air terjun sungguh menyenangkan. Menunya komplit dan istimewa pula. Hmm… sedap ajib nikmat! :D
Makan siang pun berlangsung khidmat. Namun, baru setengahnya kami menyantap hidangan, tiba-tiba hujan turun. Awalnya hanya gerimis kecil, tapi makin lama makin deras. Tak memungkinkan bagi kami untuk pergi dari sana. Apalagi dengan kondisi masih makan.
Orang-orang yang berada di sekitar curug pun berlarian ke saung untuk ikut berteduh. Saung yang berukuran kecil menjadi penuh sesak. Ditambah kami, jumlah keseluruhan sekitar 25 orang. Itu terdiri dari tiga rombongan: kami, anak-anak SMP, dan para pemuda.
Makan usai, hujan masih turun. Bahkan, semakin besar hingga debit air terjun di hadapan kami makin membesar pula. Warnanya tak lagi jernih. Sudah kecoklat-coklatan karena tercampur tanah. Lima menit berlalu. Air terjun makin melimpah ruah sampai-sampai kami terkena cipratannya. Semburan air terjun makin dahsyat hingga membasahi baju kami. Di tengah suasana panik bercampur takut, kami berkumpul saling berpegangan. Kami begitu menggigil. Rasa dingin menyerbu, memburu sekujur badan. Suasana seperti itu berlangsung cukup lama. Rasa cemas makin membayangi wajah kami. Pikiran kami berkecamuk, memikirkan berbagai kemungkinan. Kami terus berdoa. “Allah, lindungi kami,” doaku berkali-kali.
Alhamdulillah… hujan pun berhenti. Cuaca mulai kembali cerah. Hanya saja debit air terjun masih deras. Airnya mengalir ke sungai. Sungai pun menjadi deras. Untuk bisa pulang, kami harus melalui sungai itu. Padahal di situ tak ada jembatan. Sekarang tinggal satu masalah yang harus kami pikirkan, yaitu cara bisa melewati sungai dengan aman. Para pemuda bersatu padu mencari cara. Kebetulan di sekitar situ ada pipa yang tak terpakai. Maka, dipakailah pipa tersebut untuk menyeberang.
Beginilah kami melewati sungai. Kedua tangan berpegangan pada pipa agar badan kami tak terbawa arus sungai. Uh, dinginnya air sungai meresap ke pori-pori. Tubuh kami serasa kaku hingga harus melangkah pelan-pelan. Cekidot!
Tantangan melewati sungai sudah kami lewati. Salut deh untuk mas-mas yang telah menemukan ide seperti ini. Terkagum-kagum juga dengan upaya mereka dalam menolong kami menyeberang. Dua jempol dan senyum manis untuk mereka! :D
Sekarang saatnya pulang. Sebelum pulang, kami sempat menyerahkan sekotak pisang goreng yang telah dingin kepada mereka. Lumayanlah untuk mengganjal perut. Pasti mereka kelaparan, hehe… Sebenarnya tak sebanding sih dengan jerih payah mereka. Tapi kami tak bisa berbuat banyak untuk membalas kebaikan mereka. Semoga Allah membalas kebaikan mereka. Amin.
Berakhirlah petualangan kami. Sungguh, ini adalah sebuah pengalaman yang menakjubkan. The Real Adventure. Pengalaman ini akan kami kenang sepanjang masa untuk diceritakan pada anak cucu kelak :D.
0 komentar:
Posting Komentar