RSS

Lelaki-Lelaki Pejuang


Azan subuh telah lama berkumandang. Kokok ayam sudah lama menghilang. Jam weker telah lama berdendang. Mentari mulai memancarkan sinarnya yang terang. Suasana alam yang gelap pun berubah menjadi benderang. Semua itu pertanda bahwa lonceng pagi kembali berdentang.

Tampak nun di kejauhan sana para lelaki memenuhi jalanan yang lengang setelah berpamitan pada keluarga tersayang. Dengan senyum mengembang, mereka berjalan dengan langkah panjang-panjang.

Bukan! Mereka bukan hendak berdemo untuk menentang kebijakan pemerintah yang sungsang atau mengkritik hukum di negeri ini yang berlubang. Bukan pula hendak mengadukan nasibnya yang malang atau kehidupannya yang serba kurang. Juga bukan hendak menebar genderang perang atau menghadang kendaraan yang sedang melaju kencang.

Mereka, para lelaki itu, hendak bekerja keras membanting tulang. Mereka hendak menunaikan kewajiban mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan sandang. Ya, mereka hendak bekerja mencari uang.

Demi menghidupi istri, anak, dan ibu tersayang, demi menyiapkan masa depan gemilang, demi menyongsong hari esok penuh cemerlang, mereka rela berjuang. Tak dihiraukannya udara pagi yang dingin menerjang. Dibuangnya rasa malas yang menyerang.

Mereka terus melangkah dengan semangat menjulang. Ada yang mengendarai mobil model zaman sekarang. Ada yang mengendarai motor hasil ngutang (hehe). Ada juga yang mengandalkan angkutan usang (hehe). Maka, seketika jalan-jalan dipenuhi kendaraan yang berlalu lalang. Angkot, minibus, bus, atau kereta dipenuhi penumpang.

Begitulah fenomena yang kusaksikan dengan mata telanjang jika aku berangkat pagi-pagi dari rumah (huwaaa… kehabisan kata-kata berakhir ang. Yang muncul dalam benakku malah udang, kentang, kerang, pisang, rendang, wedang, kekekek… ini sih bikin lapar datang… :D). Coba perhatikan sekitar, pasti kawan-kawan pun akan melihat pemandangan begitu. Bisa jadi kawan-kawan bagian dari para lelaki itu (hehe).

Dulu, sewaktu aku masih berstatus pelajar, hal itu termasuk pemandangan rutin harian. Saat berangkat ke sekolah atau ke kampus, aku sering berada di antara mereka. Bahkan, tak jarang saat di angkot, aku sering menjadi gadis paling cantik karena penumpang lain lelaki semua (hehe). Pernah juga menjadi penghuni kereta selama seminggu saat harus pergi ke Jakarta, lagi-lagi kutemui pemandangan begitu. Para lelaki berdesak-desakan. Saat naik bus menuju kampus, tak pelak kulihat pula para lelaki bergelantungan.

Mereka bekerja seharian, dari pagi hingga petang. Menjelang malam, baru bisa pulang. Jika kembali ke rumah sore hari, aku pun sering berbarengan dengan mereka. Terpampang keletihan pada wajah mereka. Terlihat kelelahan pada tubuh mereka. Namun, senyum mereka tetap mengembang. Kurasa itu senyum bahagia karena mereka bisa kembali berkumpul dengan keluarga tersayang.

Jujur, melihat mereka timbul rasa kagum dalam hatiku. Aku salut dengan keteguhan para lelaki itu. Salut dengan kerja keras mereka. Melihat mereka, pasti aku teringat ayah. “Bukankah ayah juga bagian dari para lelaki itu?” tanyaku pada diri sendiri. Saat itu aku bertekad, aku akan berusaha menjadi putri yang bisa ayah banggakan. Takkan kusia-siakan kerja keras ayah. Akan kubayar tetes keringat ayah dengan prestasi yang baik di sekolah. Karena itulah, akhirnya dulu aku punya alasan lain untuk selalu rajin belajar. Memang, meski sekeras apa pun berusaha, sampai kini tetap saja aku takkan bisa menebus kebaikan ayah. Maka, aku hanya bisa mendoakannya, semoga Allah membalas kebaikan ayah (amin).

Urusan mencari nafkah memang telah dibebankan di pundak lelaki. Bagi suami, mencari nafkah hukumnya wajib. Setiap pengorbanan suami mencari nafkah di luar rumah untuk diberikan kepada istri dan anak-anaknya, maka di sisi Allah seluruh jerih payahnya dihitung sebagai sedekah. Tetes keringatnya juga dihitung sebagai sedekah. Jadi, nafkah yang ia berikan kepada keluarga tidaklah bernilai sia-sia di hadapan Allah. Namun, tentu nafkah itu barulah bernilai sedekah bila dibarengi dengan niat karena Allah dan pekerjaan yang dijalaninya halal. Begitu yang kudengar dari ceramah ustad-ustad.

Untuk para suami, para ayah, para lelaki, tetaplah bersemangat mencari nafkah. Semoga Allah selalu melancarkan usahamu, memudahkan pekerjaanmu, menganugerahimu rejeki yang melimpah, dan menyehatkan ragamu (amin). 

Untuk para istri, para ibu, para anak, yuk hargai kerja keras mereka! Jangan sia-siakan usaha tulus mereka. Mari berusaha menyenangkan ayah! Jika ayahmu telah tiada (maaf bukan bermaksud membuka lukamu), kirimi ia sejuta doa. Yang udah bersuami, ayo berusaha menyenangkan suami! ^__^

persembahan spesial untuk ayah. 
Appa, saranghae... 
I love u, Dad... 
Abi, ana uhibbuka fillah...
Ayah, aku mencintamu...

Tuhan tolonglah... sampaikan
sejuta sayangku untuknya
Kuterus berjanji
Takkan khianati pintanya

 Ayah dengarlah... betapa sesungguhnya
'Ku mencintaimu
Kan kubuktikan kumampu penuhi maumu
(gita gutawa feat ada band)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 SAHABAT HATI. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy