RSS

mencintai dan belajar mencintai


Ini adalah hari bahagianya. Sebentar lagi, beberapa jam lagi, gadis itu akan melangsungkan pernikahan. Ia akan menikah dengan lelaki yang dicintainya. Baginya, ini adalah hari bersejarah dalam hidupnya, hari yang bertabur kebahagiaan. Sejak tadi, ia tertawa riang. Wajahnya berseri-seri penuh kebahagiaan. Sinar matanya berkilat-kilat penuh kegembiraan. Wajahnya yang cantik makin sempurna dengan senyuman menawan.

Kebahagiaan itu seketika lenyap. Senyumnya memudar kala berita duka itu mampir di telinganya. Rombongan pengantin pria mendapat kecelakaan di tengah perjalanan. Kabar terburuknya, calon suaminya meninggal di lokasi kejadian. Kabar itu bagai kilat menyambar-menyambar telinganya. Dunianya runtuh seketika, seakan-akan berhenti berputar. Ia hanya tertegun, tak percaya dengan kenyataan yang terjadi. Sementara ayahnya, mendadak pingsan begitu mendengar kabar tersebut. Ayahnya memang memiliki penyakit jantung.

Ayahnya segera dilarikan ke rumah sakit. Tak lama, ayahnya kembali siuman. Namun kondisinya sangat buruk. Saat itulah ayahnya menyampaikan wasiat terakhir. Apa yang diinginkan sang ayah sungguh tak terduga. Ayahnya meminta agar ia menikah dengan murid lelaki kesayangannya. Kebetulan saat itu murid sang ayah memang hadir di hari pernikahannya dan ikut serta ke rumah sakit. Demi ayahnya, ia pun menyanggupinya meski dengan berat hati. Beberapa saat kemudian, ayahnya menghadap Tuhan.

Lelaki itu – murid kesayangan sang ayah – bisa dibilang telah jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama. Bagi si lelaki, ia adalah gadis pertama yang berhasil menarik perhatiannya. Maka, dilangsungkanlah pernikahan seperti yang diminta sang ayah. Akhirnya, ia dibawa pulang ke rumah sang suami.

Pernikahan yang tak direncanakan itu tentu saja membuat keduanya merasa canggung dan kikuk. Apalagi, mereka baru saling mengenal. Di rumah itu, ia dan sang suami tidur dalam kamar terpisah. Interaksi mereka hanya ala kadarnya. Ternyata suaminya cukup pengertian dan memberi keleluasaan padanya untuk menyendiri. Sang suami pun tak memaksanya untuk melakukan apa pun termasuk mengerjakan pekerjaan rumah. Malahan sang suami mengurus dirinya sendiri. Sementara, ia masih dirundung duka. Wajahnya murung tak bersemangat. Senyumnya lenyap entah kemana. Ia hanya mengurung diri di kamar.

Pada hari berikutnya, ia mulai menyadari tingkahnya yang kurang baik. Ia mendatangi suaminya dan meminta maaf. Ia mengaku tidak seharusnya kemarahannya pada takdir ditumpahkan pada suaminya. Ia berjanji akan menjadi istri yang baik, namun tidak bisa berjanji akan mencintai sang suami. Baginya cinta yang ia miliki telah hilang. Ia tidak yakin bisa mencintai siapa pun lagi. Sang suami memakluminya. Malahan ia membohongi hatinya dengan mengatakan bahwa dirinya pun tidak mencintai istrinya.

Janji yang ia ucapkan pada sang suami berhasil ditepatinya. Ia selalu berusaha mengurus keperluan suami dengan sebaik-baiknya. Sang suami pun menjalani hari-harinya seperti biasa. Meski tidak ada ucapan cinta di antara mereka, mereka tetap memberi perhatian satu sama lain. Bahkan, sang suami selalu berusaha menyenangkan sang istri. Ketika ia mengutarakan akan menggeluti kembali hobinya, sang suami mendukungnya secara penuh. Suaminya berharap ia kembali ceria dan bahagia jika melakukan sesuatu yang disukainya. Benar saja, perlahan-lahan gairah hidup sang istri berangsur-angsur membaik. Wajahnya kembali dipenuhi senyum.

Singkat cerita, setelah sekian lama hidup bersama, akhirnya mereka saling mengutarakan cinta. Ia menyadari bahwa suaminya adalah lelaki terbaik yang diberikan Tuhan untuknya. Sejak itu ia bertekad akan selalu mencintai suaminya. Mereka pun hidup bersama layaknya pasangan suami istri normal lainnya.

Hmm.. happy ending deh. Itu adalah sinopsis film India Sodara-Sodara, tapi judulnya lupa (hehe). Kebetulan saat itu saya susah tidur, eh pas milih-milih channel TV menemukan film ini, akhirnya nonton. Sungguh ini film yang mengharukan. Ceritanya begitu menyentuh.

Ah, saya jadi teringat ucapan kawan saya saat ngobrol santai sambil makan siang. Dia bilang begini, “Pria itu biasanya mencintai, sedangkan wanita belajar mencintai. Meski awalnya si wanita tidak memiliki rasa cinta, ketika mendapat curahan cinta dari seorang pria, hatinya akan luluh dan lama-lama ia akan mencintai pria itu. Tapi si pria tidak akan mudah mencintai wanita lain saat hatinya telah tertambat pada seorang wanita. Sang pria hanya akan memikirkan wanita yang dicintainya dan berusaha mendapatkannya”.

Setelah dipikir-pikir rasanya tidak salah apa yang diutarakan kawan saya itu. Pastilah kawan saya bukan asal bilang, bisa jadi ia telah mengalaminya sendiri atau melihat orang-orang di sekitarnya yang memiliki pengalaman seperti itu. Kalo saya sih jujur aja belum terlalu pengalaman dengan cinta-mencintai (hehe). Bagaimana dengan Anda? ^_^

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 SAHABAT HATI. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy