RSS

Pertanyaan yang Sama


Suatu petang di dalam angkot. Jalanan macet. Mobil-mobil berderet, mengular panjang ke belakang. Suara klakson nyaring bersahut-sahutan di udara. Membuat kepalaku bertambah nyut-nyut. Hatiku masih panas akibat masalah di kantor. Tiba-tiba seorang laki-laki bertanya.
"Pulang kuliah?" tanyanya dengan mimik serius.
Seketika aku ingin tertawa melihat tampangnya, tapi kutahan. "Nggak," jawabku datar.
"Kerja?" tanyanya penasaran.
"Waduh, nih orang niat banget," gumamku dalam hati. Dia masih menunggu jawaban.
"Abis ngajar." jawabku pendek.
"Oh, kirain masih kuliah. Wah, berarti ibu guru dong," selorohnya.
Aku hanya menyeringai.
"Ngajar di mana, Bu?" lanjutnya. Uhuk, rasanya terdengar aneh di telingaku.
"Pajajaran."
"Ngajar siswa apa? SMA?"
"Ya," ucapku sambil ngangguk. "Bukan cuma SMA. SD dan SMP juga," lanjutku hanya dalam hati.
"Udah lama?"
"3 tahun."
"Ow. Kok pulangnya malam? Rapat dulu?"
"Ada jadwal ngajar sore. Kan saya ngajar di tempat les, bukan di sekolah. Paginya murid-murid belajar di sekolah, trus siang sampe sore belajar di tempat les," jelasku panjang lebar dengan suara seramah mungkin.
"Oh," ujarnya manggut-manggut sok paham. "Ngajarnya tiap hari?"
"Ya."
"Tiap hari pulangnya jam segini?"
"Kadang-kadang. Kalo nggak ada ngajar sore, jam 4 udah pulang."
"Berangkat dari rumah jam berapa?"
"Kadang jam 7, kadang jam 9."
"Oh. Berarti jadwalnya nggak tetap ya?"
Ckckck... Waduh, nih orang pengen tahu aja deh. Aku mulai menggerutu meski hanya dalam hati. Mati-matian aku berusaha menyembunyikan kekesalan dan ketidaknyamanan.
Hening. Dia tidak berusaha bertanya lagi. Aku sibuk menerawang. Memikirkan masalah kantor.
“Rumahnya di mana?” tanyanya memutus lamunanku.
Aku melongo. “Oh, Tuhan… tolonglah. Bebaskan aku dari situasi tak nyaman ini. Nih orang aneh-aneh aja, nggak tau apa aku lagi pusing,” gerutuku masih dalam hati. Sungguh, ini benar-benar menyiksa. Tapi, aku tak bisa mengelak. Hanya menjerit dalam hati.  Mana perjalanan menuju rumah masih jauh.
“Bojong Kopi,” jawabku sambil berharap ini pertanyaan terakhir.
“Bojong Kopi… Bojong Kopi…,” ulangnya seperti sedang mengingat-ingat. “Oh, yang masuk lewat gang deket masjid ya?”
“Ya,” jawabku. Heran deh kenapa nih orang tahu.
“Saya juga sering lewat sana.”
“Oh,” aku ngangguk-ngangguk sok mempercayainya.
“Kenal dengan …. “ ia menyebutkan sebuah nama.
“Hmm… nggak.”
Lengang. Dia berhenti bertanya. Aku kembali asyik melamun.
“Udah nikah belum?” tanyanya kemudian.
What? Oh, Tuhan. Hmm… pasti begini. Sudah kuduga, ujung-ujungnya pasti begini. Sudah beberapa kali pertanyaan seperti ini terlontar. Tentu saja, aku paham arah pertanyaan mereka. Sangat paham. Tapi, aku pura-pura cuek. Menanggapinya dengan biasa.
“Kelihatannya gimana, udah atau belum?” ujarku balik nanya, padahal berusaha mengelak dari pertanyaannya.
“Belum ya?”
Aku hanya menyeringai datar.
“Tapi pasti udah punya calon,” ucapnya sok tahu.
Lagi-lagi aku hanya menyeringai. Cukup sudah aku dibuatnya kesal bukan kepalang. Lalu, aku menyibukkan diri dengan memainkan HP. Berharap dia tak berani bertanya macam-macam lagi. Beruntung angkot sudah hampir mendekati terminal. Yup, sebentar lagi aku turun dan bebas dari tempat yang kaku ini.

Menyantap Es Buah di Siang yang Terik


Matahari bersinar terik. 
Siang-siang gini keadaan di luar amat silau. 
Panasnya minta ampun (tolong tolong, hehehe). 
Rasanya pengen berendam di kolam aja. 
Sembunyi di dalam kulkas kayaknya lebih adem deh. hehehe... 
Hmm, enaknya menyantap makanan yang seger-seger, seperti yang ini nih (maaf tak bermaksud membuat air liurmu menetes-netes, hehehe). 
Silakan dinikmati :D.

Ini es oyen, kawan. Rasanya mirip sop buah. 
Tampilannya pun mirip-mirip sop buah, cuma dikasih pacar cina aja (warna pink). 
Harganya murah kok, hanya Rp6.000,00.


 
Nah, kalo yang ini es buah komplet tapi gak pake telur, hehe... 
Harganya RP6.000,00 juga.

aku masih di sini


aku sedang berdiri di sini
menunggu datangmu
sesekali aku menoleh
menengok kiri kanan
berharap sosokmu muncul

waktu mulai merangkak
kau tak jua datang
hatiku cemas tak berperi
wajahku menengadah ke langit
mengirim sejumput doa
berharap Dia akan mengirimmu
ke hadapku segera

pun sampai kakiku lelah
wujudmu tak jua muncul
hanya bayangmu yang samar menghantui
sementara hari menggelap
matahari menghilang
awan tebal menutupi semesta
langit memuntahkan berjuta-juta tetes air
angin menderu kencang

hingga esok pun tiba
hari baru menjemput
matahari kembali menghangat
aku masih tetap di sini
menanti hadirmu
sementara orang-orang mulai berbisik
mencibir, mengejek, mengolok

hari bergulir pasti
waktu bertukar cepat
aku masih tetap di sini
menunggu dirimu
sementara orang-orang sibuk mencela
menertawakan tingkahku
menggunjing kebodohanku
mengatakan betapa konyol aku

aku tak peduli
tak seharusnya memang aku peduli
biar saja mereka tertawa
biar saja mereka mengejek
aku takkan goyah
aku akan tetap menunggumu

"Tuhan, di manakah dia?
mengapa dia tak datang?
kumohon Tuhan, jaga dia
antarkan dia padaku
segera, detik ini juga"

Peran Perempuan dalam Kebangkitan Umat


Mutiara, begitu nama gadis itu. Ia gadis yang cerdas, dinamis, dan berwawasan luas. Usianya masih muda. Beberapa hari yang lalu ia telah diwisuda dan meraih gelar sarjana dari salah satu universitas negeri ini.

Mutiara termasuk salah satu perempuan terpelajar. Bahasa kerennya sih well educated woman. Ia beruntung bisa mengenyam bangku sekolah, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Apakah kamu seberuntung Mutiara? Bersyukurlah jika kamu pun bisa bersekolah dan berkuliah. Bukankah tak semua perempuan di negeri ini mampu untuk kuliah? Jadi, syukuri apa yang ada (meminjam liriknya D’Masiv, hehe).

Saat ini kaum perempuan memang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam bangku pendidikan. Tak hanya sampai sekolah menengah atau atas, mereka juga memiliki hak yang sama untuk bersekolah hingga perguruan tinggi. Jika melihat fakta di lapangan, jumlah kaum perempuan yang telah atau sedang mengemban pendidikan tinggi, mulai dari tingkat D3 sampai S3 makin banyak. Tentu saja, fakta ini amat menggembirakan, kawan.

Dengan kondisi kaum perempuan saat ini yang telah terdidik, mereka bisa menjadi sosok yang mampu memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam mengangkat keterpurukan negeri ini. Betul kawan, kita tengah dilanda keterpurukan. Bukan hanya negeri kita, semua negeri-negeri kaum muslimin berada di jurang kehancuran. Yah, kaum muslim sudah terpuruk sekian lama. Mereka tak punya wibawa di mata dunia. Mereka tak punya institusi yang melindungi kehormatannya. Meski negeri mereka sudah merdeka, hakikatnya mereka masih dijajah asing. Negeri mereka menjadi incaran kaum imperialisme. Kekayaan alam negerinya dikeruk oleh penjajah. Para penguasa yang ada di negerinya telah menjadi boneka barat alias antek kafir.

Sudah saatnya kita bangkit dari keterpurukan ini, kawan. Nah, perempuan terpelajar memiliki peran penting dalam proses kebangkitan ini. Yupz, mereka memiliki potensi besar dalam membangun peradaban. Bukankah dalam sebuah pepatah dikatakan bahwa maju mundurnya sebuah bangsa berada di pundak perempuan? Jika perempuannya baik, akan kokohlah sebuah bangsa. Namun, jika perempuannya rusak, akan hancurlah sebuah bangsa. Dari situ kita bisa menyimpulkan bahwa kaum perempuan memang berperan dalam membangun sebuah bangsa. Mereka bisa berperan secara langsung dengan menyumbangkan ilmu dan keahliannya atau secara tidak langsung dengan menjadi pendidik generasi muda.

Kawan, alangkah hebatnya bukan jika peran itu bisa berjalan? Kontribusi mereka pasti amat berarti dalam mempercepat proses kebangkitan. Namun sayang seribu sayang, fakta mengatakan sebaliknya. Kondisi kaum perempuan saat ini tengah tergerus kemajuan semu kapitalisme. Dengan alasan modernitas dan profesionalisme, mereka telah meninggalkan peran strategisnya. Ilmu dan keahlian mereka pun malah dimanfaatkan oleh para kapitalis. Bahkan, perempuan telah dijadikan objek untuk mendatangkan pundi-pundi rupiah. Iklan mobil, misalnya, kurang terasa lengkap tanpa kehadiran perempuan dengan pakaian terbuka di sampingnya. Ironis banget bukan? Betul betul betul :D.

Berdasarkan fakta itu, dapat kita katakan bahwa potret kaum perempuan terpelajar saat ini tengah mengalami dilema alias masalah pelik. Setidaknya, ada dua dilema yang dihadapi mereka, yakni disorientasi peran antara rumah tangga dan publik (karier) dan pembajakan intelektual (pemanfaatan ilmu dan keahliannya untuk kepentingan ekonomi kapitalis.

Dilema itu menimbulkan dampak yang besar. Dilema pertama menimbulkan hancurnya institusi keluarga dan generasi masa depan karena perempuan telah meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu pencetak dan pendidik generasi masa depan. Dilema kedua tak kalah hebatnya, yakni pada tingkat lanjut akan terjadi kehancuran peran intelektual terpelajar dan jatuhnya kedudukan mereka sekadar sebagai agen ekonomi dan buruh murah yang memperkuat bercokolnya para kapitalis.

Kawan, penyebab keterpurukan negeri ini juga kehancuran kaum perempuan adalah mereka mencampakkan agamanya. Kaum muslim tidak lagi menjadikan Islam sebagai pedoman dalam kehidupannya. Tidak menjadikan halal dan haram sebagai tolok ukur perbuatannya. Mereka juga tidak menerapkan aturan yang berasal dari Tuhannya.. Malahan, mereka memakai aturan hidup kapitalisme buatan manusia yang telah terbukti kerusakannya. 

Bagaimana menyelamatkan kaum perempuan dari jeratan kapitalisme? Jawabannya sederhana, kembalilah pada Islam. Sudah seharusnya kita menerapkan aturan Allah di muka bumi. Bukankah dulu juga terbukti bahwa Islam dengan syariatnya yang mulia dan diterapkan oleh khalifah telah memuliakan perempuan dan mendukung kemajuan perempuan?

Wakil Rakyat yang Tak Merakyat


Selama perjalanan tadi aku tidak menghabiskan waktu dengan membaca seperti biasa. Hari ini cuaca cerah. Matahari bersinar hangat menerangi semesta. Langit terlihat biru bersih. Maka, kuputuskan untuk menghabiskan waktu dengan menikmati keindahan sekitar. Tak henti-hentinya mataku menengadah. Takjub dengan pesona alam raya.

Turun dari motor, aku langsung naik angkutan menuju Bogor. Kupilih tempat duduk di samping pak sopir. Tak berapa jauh dari angkot, tampak seorang bapak sedang mengorek-ngorek tempat sampah. Ia mencari-cari botol bekas minuman, kemudian dipindahkan ke karung yang digendong di punggungnya. Melihat gelagatnya, aku bisa menyimpulkan bahwa bapak itu seorang pemulung. Penampilannya jauh dari kesan bersih. Pakaiannya kumal dan kotor. Tanpa alas kaki pula. Namun, langkahnya gesit. Gerakannya cekatan tanpa terganggu oleh aroma sampah yang mengeluarkan bau tak sedap. Tampaknya ia begitu menikmati pekerjaannya.

Setelah hampir dipenuhi penumpang, angkot itu mulai melaju mulus di jalan aspal. Di tengah jalan, seorang bapak separuh baya menyetop angkot. Di sampingnya ada dua keranjang besar berisi pisang matang yang siap dijual. Ia menaikkan keranjang itu dengan susah payah. Meski badannya tak lagi kekar, ia terlihat bersemangat.

Selang beberapa lama, angkot kembali berhenti. Seorang ibu naik dengan menenteng kantong plastik besar. Bagian atas kantong plastik itu dibiarkan terbuka. Dari sana terlihat bahwa ia membawa kripik singkong pedas yang dibungkus oleh plastik ukuran seperempat kilogram. Ternyata si ibu akan memasarkan kripik hasil karyanya.

Memasuki wilayah Kota Bogor, makin banyak orang yang kutemui di pinggir jalan. Seorang laki-laki sedang berjalan sambil menenteng papan display pernak-pernik. Di seberang jalan, tampak seorang bapak mendorong gerobak bubur ayam. Tak jauh dari tempat si bapak tadi, seorang ibu sedang sibuk melayani anak-anak SD yang berkerumun di meja dagangannya.

Mobil terus melaju dengan kecepatan sedang. Ketika kualihkan pandangan ke samping kiri, ada seorang kakek sedang memikul barang dagangan. Langkahnya begitu lunglai dan kepayahan. Tak sanggup aku menatapnya. Mataku tiba-tiba memanas. Meski begitu, si kakek tetap berusaha berjalan.

Semakin mendekati pasar tradisional, semakin banyak orang-orang yang sedang berjuang mengais rupiah. Kuli panggul dan pedagang asongan sibuk berjalan hilir mudik. Pedagang kaki lima tampak berjejer di pinggir jalan dan memenuhi sudut-sudut pasar. Para pengamen mulai naik satu persatu ke setiap angkot. Lalu, menyanyikan beberapa bait lagu dengan suara pas-pasan dan alat musik ala kadarnya. Suara mereka bersahut-sahutan dengan bunyi klakson. Menambah suasana makin bising dan ramai.

Melewati lampu merah, keadaan lebih memprihatinkan. Beberapa ibu berpakaian compang-camping sambil menggendong anak mengulurkan tangannya ke mobil-mobil mewah yang sedang berhenti. Anak-anak kecil berpakaian kumal bergerombol di pinggir jalan. Satu dua dua naik ke angkot dan menyanyikan lagu. Beberapa pengamen muda bergegas mendekati pintu angkot, mengucapkan kalimat basa-basi, lantas bernyanyi dengan suara fals, lalu menagih imbalan dengan nada agak memaksa. Kemudian, ngeloyor pergi dengan umpatan kecil jika tak ada penumpang yang memberinya uang.

Itu adalah pemandangan harian yang kulihat di sepanjang jalan dari rumah menuju kantor. Bisa dikatakan itu termasuk sebagian potret kemiskinan yang melanda negeri ini. Sedih sekali rasanya, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menyaksikannya dengan pandangan nanar dan nafas sesak. Negeri kami yang memiliki SDA melimpah ternyata belum bisa menjamin kemakmuran pada warganya. Masih banyak rakyat yang hidup miskin dan kekurangan.

Belum lagi, berita-berita yang kutonton dari televisi. Di antara liputan itu sering ditayangkan beberapa warga yang terkena bencana alam. Mulai dari longsor, banjir, hingga gempa. Rumah mereka hancur. Harta bendanya musnah. Akhirnya, mereka terpaksa tinggal di barak pengungsian dengan peralatan serba terbatas.

Itu kondisi sulit yang dihadapi kebanyakan warga di negeri ini. Sementara, para petinggi negeri ini masih disibukkan dengan urusan pembangunan gedung baru DPR. Tentu saja, siapa pun tahu bahwa pembangunan gedung itu amat paradoks. Di tengah kondisi kehidupan rakyat yang serba sulit dan terhimpit, pembangunan gedung yang memakan biaya sekian triliun itu begitu keterlaluan. Mereka menghambur-hamburkan uang rakyat untuk kepentingan yang tidak begitu penting. Pembangunan gedung baru itu hanya untuk memuaskan keinginan mereka, tak ada hubungannya dengan rakyat. Bahkan, rakyat tak akan menikmati hasilnya secara langsung. Apa gedung yang sekarang menghambat kerja mereka dalam mengatur negara? Tidak bukan? Bahkan, gedung DPR sekarang masih bagus jika dibandingkan dengan gedung sekolah di daerah-daerah yang sudah bobrok dan bocor di sana sini.

Ya Allah, beginikah wajah-wajah pemimpin kami? Mereka adalah wakil rakyat. Tapi, sungguh tak berpihak pada rakyat. Jangankan menyalurkan aspirasi rakyat, menolong rakyat pun tidak mampu. Kebijakan mereka malah menyengsarakan rakyat. Refresentasi sebagai wakil rakyat yang mereka wujudkan hanyalah menjadi wakil rakyat dalam menikmati kekayaan negeri ini. Betul, merekalah orang pertama yang mewakili rakyat dalam menikmati fasilitas negara, sementara rakyat hanya sanggup mendengar dan menontonnya sambil mengelus dada.

Sepak terjang para wakil rakyat dalam memanfaatkan uang negara tak hanya sampai di situ. Bukankah begitu sering kita dengar para pejabat kita berkunjung ke luar negeri dengan alasan studi banding? Dari mana dana untuk membiaya perjalanan mereka kalau bukan dari uang rakyat? Padahal, lagi-lagi studi banding itu bukan dalam rangka memperjuangkan nasib rakyat. Pergi ke Jepang hanya untuk melihat pakaian pramuka siswa sana. Lalu, keliling Yunani untuk studi banding masalah korupsi. Bah, omong kosong semuanya! Itu hanya akal-akalan mereka saja untuk jalan-jalan gratis ke luar negeri.

Kawan, ada yang tidak beres dengan negeri kita. Haruskah kita membiarkan masalah ini berlarut-larut tanpa berbuat apa pun? Tidak kawan, kita harus berbuat sesuatu. Kita harus membenahinya. Untuk bisa mengatasi masalah ini, kita harus tahu dulu akar masalahnya. Nah, pangkal masalah dari kekacauan di negeri ini adalah kesalahan sistem, kawan. Jadi, perubahan yang harus dilakukan adalah perubahan sistemik. Dengan kata lain, menciptakan pemerintahan yang bersih tak hanya dengan memilih wakil rakyat yang dirasa jujur dan amanah, tetapi harus mengganti sistem bobrok yang diterapkan di negeri ini.

Sudah saatnya mengganti sistem kufur yang diterapkan di negeri kita dengan sistem dari Sang Pencipta Manusia. Allah pencipta manusia pasti Maha Mengetahui seluk beluk kehidupan manusia. Makanya, diturunkanlah seperangkat aturan melalui utusan-Nya. Aturan itu tiada lain untuk dijadikan petunjuk agar hidup manusia berjalan teratur sehingga mereka bisa meraih kesejahteraan dan kemakmuran dalam menjalani kehidupan di muka bumi.

Kawan, mulailah perubahan itu dari diri kita. Pelajari agama-Nya, lalu amalkan dalam kehidupan sehari. Kemudian, sebarkan pada masyarakat luas supaya mereka pun menyadari bahwa sudah saatnya kita kembali pada hukum-hukum-Nya. Niscaya kesejahteraan hidup akan kita raih. Bukankah Allah akan menurunkan berkah-Nya bagi penduduk bumi yang taat?

Kuncinya Harus Bersyukur


"Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu sesuatu ...
Karena itu memberimu kesempatan untuk belajar ...

Bersyukurlah untuk masa-masa sulit ...
Di masa itulah kamu tumbuh ...

Bersyukurlah untuk keterbatasanmu ...
Karena itu memberimu kesempatan untuk berkembang ...

Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru ...
Karena itu akan membangun kekuatan dan karaktermu ...

Bersyukurlah untuk kesalahan yang kamu buat ...
Itu akan mengajarkan pelajaran yang berharga ...

Bersyukurlah bila kamu lelah dan letih ...
Karena itu kamu telah membuat suatu perbedaan ...

Mungkin mudah untuk kita bersyukur akan hal-hal yang baik ...
Hidup yang berkelimpahan datang pada mereka yang juga bersyukur akan masa surut ...

Rasa syukur dapat mengubah hal yang negatif menjadi positif ...
Temukan cara bersyukur akan masalah-masalahmu dan semua itu akan menjadi berkah bagimu ..."

Di tengah perasaan yang berkecamuk  ini, untaian kalimat di atas sangat membantu. Entahlah, siapa yang merangkainya. Aku menemukannya secara tak sengaja saat mencari-cari artikel motivasi. Saat membacanya aku tertegun. Mulutku kelu, tak bisa berucap apa-apa. Mataku kembali berkaca-kaca. Kalimat-kalimat itu begitu menohok alam kesadaranku. Lalu, mengalirkan energi optimisme dalam aliran darahku. Subhanallah… mungkinkah Engkau ingin menghiburku dengan menghadirkan kalimat-kalimat itu di hadapan mataku?

Allah... mungkin memang aku yang bersalah karena terlalu terbawa perasaan. Mungkin aku terlalu mendramatisasi keadaan. Ah, padahal aku sudah berjanji tak akan terusik dengan masa lalu. Bagaimanapun masa lalu hanyalah kenangan. Tak seharusnya aku terkungkung oleh kejadian masa lalu. Masa lalu hanya tempat becermin agar menjadi pribadi lebih yang baik di masa depan.

Hidup untuk masa kini dan masa depan, bukan masa lalu. Yang telah lalu biarlah berlalu, tak perlu diingat-ingat jika itu hanya membawa kesedihan. Begitu mudah kalimat tersebut kuucapkan, namun sangat sulit dijalankan. Sangat sulit mengendalikan hati dan pikiran. Engkau tahu ya Rabb, aku sedang berusaha mengubur hal-hal menyedihkan itu.

Allah… terima kasih atas pelajaran berharga ini. Sungguh ini lebih dari cukup untuk membuatku kembali bangkit dari keterpurukan. Aku akan berusaha tetap tegar semampuku.

Tuhan, Tolonglah...


Ya Allah... aku sedang sedih. 
Sejak kemarin, potongan kenangan tak mengenakkan hilir mudik menyesaki pikiranku. 
Berkelebatan satu demi satu tanpa bisa kucegah. 
Entahlah, kenapa seperti ini. 
Ditambah dengan kondisi fisik yang makin memburuk, hatiku rasanya pilu sekali. 
Uh, berat rasanya melewati hari. 
Oh, Tuhan... bagaimana ini? 
Apa yang harus kulakukan ya Rabb? 
Aku tak ingin terjebak dalam situasi sulit begini. 
Tolong Tuhan, buang semua kesedihanku. 
Gantilah dengan keceriaan.
Tenangkan hatiku yang bergemuruh.
Kuatkan langkahku.
Jangan biarkan aku berputus asa sedikit pun dari rahmat-Mu.
Biarkan aku meyakini janji-Mu.
Hilangkan semua kebimbangan dan kebingungan ini.
Tuhan, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini.

Karena Kau Amat Berharga, Sahabat...


#Rindu untuk Sahabat#

Sahabatku…
Berbagai peristiwa yang kita lalui
Tak pernah dapat kuhapus
Namun ‘ku tak tahu
Kau dapat merasa apa yang kurasa

Sahabatku…
Betapa hariku perih bila tak ada kamu
Pikiranku terlarut memikirkanmu
Daun-daun berbisik kepadaku
Sayangku tak pernah berakhir

Sahabatku…
Aku memanggilmu dalam keheningan
Berharap kau di sini menemani hati ini
Melenyapkan rindu yang membelenggu
Kini kasihmu tak dapat digapai tangan


#Karena Kau Sahabatku#

Ketika kau sedih
Aku akan mengeringkan air matamu

Ketika kau cemas
 Aku akan memberimu harapan

Jika kau nyaris menyerah
Aku akan membantumu bertahan

Ketika kau tersesat,
tak bisa melihat terang
Aku akan menjadi lenteramu
dan menuntun jalanmu
Agar kau selalu tersenyum padaku

Dan jika perlahan kau melupakanku
Aku akan tetap ada di sini untukmu
Jika kau bertanya, kenapa?
Karena kau sahabatku


#Kau#

Setiap tetes air mata
adalah karenamu
Kau suka dalam dukaku
Kau duka dalam sukaku

Dalam tawamu
Meski serasa berat, hati tersayat
Aku tersenyum

Dalam tangismu
Serasa perih, hatiku lirih
Aku menangis

Begitu banyak serpihan jiwaku berserakan
Aku tak peduli
Karena kau
membuatku lebih berarti


#Sahabat#

Sahabatku…
Sejuta tawa, kau ada
Sejuta tangis, kau hadir
Dalam keluh kesahku, kau bunga
Semangat dalam menjalani hari

Sahabatku…
Kau tak pinta muluk
Kau tak pinta lebih
Kita mau
Kita hanya tinggal menunggu
Hingga suatu hari
Hari yang pasti tiba
Dan…
Kita tertawa bersama
Sahabatku…



#Teman#

Teman…
Kau selalu terkesan
Untuk masa yang tertantang
‘kan kuingat waktu bersama
Menjelang hari yang akan datang
‘ku rindukan tawa kita bersama
Derap langkah yang penuh semangat
Tawa dan canda saat meraih asa
Saat duka melanda
Hanya sebuah curahan yang kita perlukan

Teman…
Akankah ini abadi
Tanpamu duniaku takkan ada
Warna pelangi


Catatan: itu beberapa puisi tentang sahabat buah karya siswa-siswaku. 
Bagus-bagus bukan? :D
Copyright 2009 SAHABAT HATI. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy