RSS

Kasih Ibu Tak Terhingga


“Jangan pernah membenci Mamak kau, Eliana. Karena kalau kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya hanya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya pada kalian.”

“…. pernahkah kau memperhatikan, bukankah Mamak kau yang terakhir bergabung di meja makan? Bukankah Mamak kau orang terakhir yang menyendok sisa gulai atau sayur? Bukankah Mamak kau yang kehabisan makanan di piring? Bukankah Mamak kau yang terakhir kali tidur? Baru tidur setelah memastikan kalian semua telah tidur? Bukankah Mamak yang terakhir kali beranjak istirahat? Setelah kalian semua istirahat? Bukankah Mamak kau selalu yang terakhir dalam tiap urusan?”

“Dan Mamak kau juga yang selalu pertama dalam urusan lainnya. Dia yang pertama bangun. Dia yang pertama membereskan rumah. Dia yang pertama kali mencuci, mengelap, mengepel. Dia yang pertama kali ada saat kalian terluka, menangis, sakit. Dia yang pertama kali memastikan kalian baik-baik saja….”

(Eliana: 390, Tere-Liye)

Hiks… sedih baca dialog ini… Langsung banjir air mata. Tiba-tiba teringat ibuku. Teringat juga sabda Rasulullah yang mulia bahwa surga itu berada di bawah telapak kaki ibu. Oh, ibuuuuuuuuuuuuuuuuu…

Ibuku sayang, kau telah banyak berkorban demi anak-anakmu. Dengarlah, wahai ibu, kami akan berusaha menjadi anak yang bisa kau banggakan. Kami akan berupaya semampu dan sebisa kami. Tentu, itu akan terwujud dengan iringan doamu.

Ibu sayang, hanya kebahagiaanmu yang kami nantikan. Sungguh, senyummu adalah pelipur duka lara kami. Maafkan kami, anak-anakmu yang belum bisa membalas jasamu. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu. Semoga Dia selalu melindungi dan menjagamu untuk kami. Amin.

Aprilku: bulan banjir KBM, bulan hujan, dan bulan ujian kesabaran

Waktu menunjukkan pukul 18.00 ketika aku keluar dari kelas. Lalu, aku beranjak minta tanda tangan. Setelah merapikan tas, aku ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Iseng, kupandangi wajahku di depan cermin. Ada kelelahan terpampang jelas di sana. Ada keletihan yang menyeruak. Tubuhku juga rasanya lemas. Kepala pusing. Mata ngantuk. Huwaaaa... kelelahan ini rupanya sedang berada di puncak-puncaknya.

Perjalanan pulang kuhabiskan dengan tidur ayam. Mata merem melek menahan kantuk. Sebentar tertidur, sebentar terbuka. Hah, keadaanku benar-benar menyedihkan. Wajahku sudah tidak karuan. Beruntung saat dalam perjalanan kusaksikan hujan turun, rasa lelahku sedikit terobati. Hujan selalu membawa aroma kesejukan yang menenteramkan. Maka, aku selalu menyambutnya dengan sukacita bagai anak kecil yang mendapat mainan baru.

Saat turun dari angkot, iseng saja kurentangkan kedua tangan. Aku tengadahkan wajah ke langit. Berharap butiran-butiran air hujan itu mengusir jauh lelah yang terlukis di wajahku. Hmm... ada sensasi ajaib yang kurasakan. Ah, benar-benar menyenangkan. Suasana malam ini amat romantis. Basah dan berair. Menambah syahdu suasana malam minggu... hehehe...

Aku teringat tanggal. Yee, ini udah di penghujung April. April adalah bulan supersibuk. Begitu banyak KBM yang mesti kutuntaskan (sampai hari ini 78 KBM berhasil kulampaui... ckckck). Begitu banyak soal-soal intensif yang mesti kuisi (dihitung-hitung ternyata ada 4 paket intensif SMA, 4 paket intensif SMP, 4 paket intensif SD, 6 paket soal SNMPTN, 2 paket soal pemantapan... ckckck... sungguh terlalu... soal-soal itu udah sukses membuat kepalaku muter-muter 7 keliling dan berdenyut-denyut). Tolong.. tolong.. :D

Meski lelah, rasanya puas bisa melewatinya. Sungguh luar biasa aku bisa melalui bulan ini tanpa sakit yang mengharuskan istirahat dan tidak bisa ngantor. Yah, dari kemarin-kemarin badan memang sudah terasa remuk redam. Tapi, alhamdulillah masih bisa berjalan dan berdiri. Jadi, bulan ini aku masuk kantor secara utuh alias full, bahkan jatah CH pun sampai tak sempet diambil. Terima kasih ya Allah atas limpahan karunia sehat dari-Mu.

Eits, 78 KBM? Wow, fantastis! ckckck...Itu berarti lumayan banyak KBM progresif yang aku kumpulkan. Ah, jika dirupiahkan lumayan lebih dari cukup untuk membeli buku baru dan mengganti buku-bukuku yang hilang itu. Jika mengingat akan hal itu, senyumku sumringah. Ya ya, tak apa lah merasa cape. Sebentar lagi keletihan itu akan terbayar sudah.

Inikah jawaban dari kalimat yang kuyakini itu bahwa ketika Allah mengambil sesuatu, Dia akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik...??? Rupanya Allah sudah mengganti yang hilang itu dengan memberiku rezeki tambahan yang jika dihitung-hitung berkali-kali lipat dari total harga buku yang hilang. Ya Allah, terima kasih atas limpahan rezeki-Mu.

Rupanya mantra man shabara zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung) yang dipegang kuat-kuat oleh Alif (tokoh cerita dalam novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna) memang ajaib. Dengan berusaha sabar dan menerima kehilangan buku dengan lapang dada, kini aku mendapat keberuntungan itu. Subhanallah...

Amalan Penolong Setelah Meninggal


Tuhan menciptakan lahir dan mati
siang dan malam, bulan dan bintang
berpasang-pasangan menyatukan hati

bersiaplah mengarungi perjalanan panjang
di mana segala tahta dan harta tak ada guna
kecuali, manfaat ilmu, anak saleh, dan menanam kebaikan

itulah ujung perjalanan panjang kita
berada di sisi-Nya
(The Journey, Gol A Gong)

Betul tuh kata Mas Gong :D. Setelah meninggal, amal kita memang terputus. Ada tiga amalan yang pahalanya akan senantiasa mengalir, apakah itu? Yuk, cermati juga hadits berikut! 

“Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: sedekah jariyah,  ilmu yang bermanfaat sesudahnya, atau anak yang shalih yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i, dan Ahmad)

Kalau begitu kita harus giat bersedekah, gemar mengamalkan ilmu yang bermanfaat, dan rajin mendoakan orang tua. Tentu, supaya doa kita sampai kepada mereka, kita harus menjadi anak yang salehah. Harus!  Kita harus bisa! Ya Allah, mudahkanlah langkah untuk mewujudkan niat ini.
Semoga nanti kita juga diberi amanah untuk mempunyai anak yang saleh n salehah. amin amin.

Jangan Lelah Berdoa


Alhamdulillah ya Robbi. Ini seperti menyusup lolos di lubang jarum. Ketika semua kemungkinan tidak ada lagi, rupanya Tuhan mendengar doaku. Solusi masalah dari Engkau selalu datang dari tempat yang tidak disangka-sangka dan pada waktu yang tidak pernah bisa dikira. Min Haitsu la yahtasib. Betapa Tuhan suka memberi surprise. Membuat aku sering terkaget-kaget.
(Ranah 3 Warna: 297)


catatan: Betul betul betul :D 
  • Allah Maha Mendengar setiap doa hamba-Nya. 
  • Kita tidak boleh lelah untuk meminta dan berdoa pada-Nya.
  • Begitu mudah bagi Allah untuk membahagiakan dan menghapus duka hamba-Nya.
  • Kita harus percaya bahwa keputusan-Nya adalah yang terbaik.
  • Setiap masalah pasti bisa diselesaikan asalkan kita mau berupaya mencari jalan keluar. Ketika Allah memberi masalah, Dia juga akan memberi jalan keluarnya.

Buang sikap putus asa!
Kembangkan sayap harapan!
SEMANGAT!!!
AZA AZA FIGHTING!!! :D

mencintai pun perlu bukti


Hening. Hanya suara pensil yang sesekali terdengar ‘tek… tek…’ karena digerakkan si empunya. Kami sedang berada di kelas. Saya duduk di kursi guru sambil menunggu siswa-siswa mengerjakan soal. Di hadapan saya ada tiga siswa putra yang ganteng-ganteng dan baik-baik. Mereka sedang mengerjakan soal suplemen PTN. Wajah mereka terlihat serius. Dari raut muka dan kening mereka yang berkerut-kerut, saya bisa menebak bahwa mereka sedang dilanda kesulitan tingkat tinggi. Soal-soal tes masuk PTN memang tergolong sulit sehingga perlu ketelitian dan ketekunan dalam mengisinya. Saking susahnya sampai-sampai bisa membuat kepala siapa pun “ngebul” (hehe). 

Keheningan itu tiba-tiba pecah oleh derai tawa mereka. Ketika saya tanyakan penyebabnya, mereka malah senyum-senyum penuh arti. “Kenapa?” tanya saya kedua kalinya. “Nggak apa-apa, Mba,” jawab mereka singkat. Oalah, ada apa gerangan? Seketika rasa penasaran timbul di hati saya. Kemudian, mereka kembali mengerjakan soal, mengacuhkan saya yang masih sibuk menebak-nebak. 

Setelah mereka selesai mengisi semua soal, saya memandu mereka untuk membahas soal-soal itu. Saya menguraikan penjelasan tiap soal sejelas-jelasnya, kemudian menyebutkan jawaban yang tepat untuk tiap-tiap soal. Mereka antusias mengikuti dan mendengarkannya. Beberapa soal terjawab sudah hingga sampailah pada soal nomor sekian. Saat saya membacakan kalimat soal yang tertera pada nomor itu berikut kalimat-kalimat pada pilihan jawaban poin a-e yang disediakan, tawa mereka kembali berderai. Olala, ternyata ini toh yang membuat mereka dari tadi senyum-senyum kayak habis menang undian berhadiah. Rasa penasaran saya perlahan-lahan menguap berganti dengan rasa takjub. Jujur, saya takjub dengan kalimat yang tertera pada soal itu karena telah berhasil membuat siswa-siswa saya tertawa-tawa di tengah keruwetan mengisi soal. 

Anda penasaran? Baguslah (haha). Tapi, tenang kawan, saya akan segera memberitahu kalimat sakti pengundang tawa itu. Inilah kalimat yang dimaksud:
“Mencintai seseorang tidak hanya dibuktikan dengan kata-kata, tetapi juga harus dibuktikan dengan keberanian untuk menikahinya.”
(soal UM UGM 2004).

Yupz, saya setuju 100% dengan bunyi kalimat tersebut (hehe). Kalimatnya keren banget. Jempol empat deh (plus jempol kaki, xixixi) untuk si pembuatnya. Saya rasa, kalimat tersebut mengajarkan arti tanggung jawab sejati dan mendorong siapa pun untuk bertindak berani dan benar.   

Cinta memang perlu bukti, bukan sekadar janji-janji. Apalah artinya ucapan manis berbusa-busa penuh cinta, tapi tak ada realisasi nyata dari pernyataan cinta itu. Hah, itu sih bullshit! NATO! Omdo alias omong doang! Waduh, kenapa saya menggebu-gebu dan bersemangat 45 begini ya…? (kkkkk… ). Ah, biarin… hitung-hitung sedang latihan orasi saja (hehe). 

Misal nih kawan, ada seseorang yang mengaku sangat mencintaimu. Dia menyatakan perasaannya padamu terus terang, bahkan ribuan kali dia mengatakan cinta padamu. Tapi, dia tak punya niat untuk menikahimu. Apakah kamu mau menerimanya? Apakah kamu memercayai ungkapan cintanya? Jangan kawan. Jangan terlalu percaya padanya. Ingat, cinta suci hanyalah cinta yang telah diikat oleh ijab kabul sebuah pernikahan. Jadi, jangan mau begitu saja untuk diajak menjalin hubungan ilegal dengan mengatasnamakan cinta. 

Betul, dicintai dan mencintai termasuk fitrah manusia. Cinta memang anugerah dari Tuhan kepada setiap insan. Tapi, bukan berarti boleh diobral dan diumbar secara liar tanpa aturan. Sang Pemilik Cinta telah menurunkan seperangkat aturan untuk mengatur hubungan dua insan yang sedang dimabuk cinta, yaitu dengan menikah. Tentu saja, aturan itu bukan untuk mengekang, melainkan untuk memberi ketenangan, ketentraman, dan kebaikan. Ingat, tak ada satu pun aturan-Nya yang akan menyengsarakan manusia. Jadi, jangan nodai cintamu. Biarkan cintamu utuh terjaga hingga ijab kabul tiba. Biarkan cintamu mekar bersemi dalam ikatan suci yang diridhai ilaahi. 

Saya sih tidak akan percaya. Meski si dia mengungkapkan cinta dengan ucapan yang sungguh romantis dalam suasana yang syahdu di bawah temaram lampu taman ditemani musik yang mengalun merdu mendayu-dayu, saya tetap tidak akan mudah percaya. Saya harap kamu juga jangan percaya, kawan :D. Saya akan mulai percaya bahwa dia benar-benar mencintai saya jika dia berani membuktikan cintanya dengan sungguh-sungguh berniat menikahi saya (hehe). Akhirnya, saya pun akan amat percaya bahwa dia benar-benar mencintai saya jika dia berani membuktikan cintanya dengan menikahi saya karena-Nya ^^. Cinta bukanlah permainan senda gurau, terlalu sayang untuk dicoba-coba.

Drama Satu Babak


Kemanakah Leena Pergi? 

Di ruang keluarga, tampak seorang ayah sedang duduk di atas sopa sambil membaca majalah bisnis. Jam dinding menunjukkan pukul 22.00. Tiba-tiba datanglah istrinya menghampiri. 

Mama        : (gelisah) Eta si Papah, tenang-tenang wae.
                  Leena belum pulang, Pah.
Papa         : Ntar juga dia pulang, Mah.
                  (mengangkat wajah,
                  kemudian meneruskan membaca)
Mama        : Mamah mah khawatir, Pah.
                  Aduuuuh, eta budak, pimeulangeun kolot wae.
                  (berjalan mondar-mandir)
Papa         : Ishbir, yaa zaujati.
Mama        : Cepat cari atuh sana!
                  Jangan cicing wae.
                  (sambil duduk di sopa)
Papa         : (meletakkan majalah)
                  Papah harus cari kemana, Mah?
                  Papah nggak tahu Leena pergi kemana.
                  Harusnya Mamah yang tahu.
Mama        : Mamah kan tadi ada arisan
                  sama ibu-ibu kompleks, Pah.
Papa         : Ya udah, coba Mamah hubungi HP-nya!
Mama        : Dari tadi oge udah dihubungi,
                  tapi nggak diangkat-angkat.
                  Mamah mah takut terjadi apa-apa, 
                  teu biasana Leena begini.
                  Sok ayeuna Papah anu nelepon rerencanganna.
                  (berdiri sambil membuka gorden).
Papa         : Masa Papah yang harus telepon?
                  Mamah aja deh!
                  (mengambil majalah)

Tiba-tiba Yully muncul dari balik kamar sambil mendekap boneka kesayangannya dengan mata setengah mengantuk.

Yully          : Ohmy God! What happen Mom?
                  Rame banget sih, Yully kan lagi tidur,
                  keganggu deh.
Mama        : Kamu malah enak-enakan tidur,
                  bukannya ikut nyari adik kamu.
                  Saruana  jeung si Papah.
Yully          : Emang Leena ke mana, Mom?
                  (sambil tidur di sopa)
Mama        : Justru itu dari tadi Mamah teh bingung,
                  adik kamu nggak tau ke mana.
Yully          : Hah, apa Mom? Leena kabur?
                  (pura-pura kaget)
Mama        : Ari kamu eta telinga di kamanakeun.
                  Mamah ngomong serius, kamu malah bercanda.
Yully          : Udah Mom, tenang aja, slow.
                  Nanti juga pulang, dia kan udah gede.
                  Mamah kayak nggak pernah muda aja.
Mama        : Mamah mah waktu muda nggak begitu.
Papa         : Gaul dong, Mah!
Mama        : Euleuh-euleuh si Papah,
                  kayak tau aja apa itu gaul.
Yully          : Bener tuh, Mom. Wah, Papah hebat!
                  (tertawa sambil mengangkat jempol tangan)
Papa         : Coba Mah, panggil si Mbok.
                  Barangkali dia tahu Leena pergi ke mana.
Mama        : (berteriak) Mbok Yem! Mbok! Mbok Yem!
                  Coba kadieu sebentar!
Mbok Yem  : (datang terpongoh-pongoh) Ono opo to, Bu?
Mama        : Mbok, Mbok tahu nggak Leena tadi teh 
                  pergi kemana?
Mbok Yem  : Ndak tahu Bu. Tadi tuh Mbak Leena
                  perginya buru-buru.
                  Ndak bilang mau kemana.

Tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan pintu gerbang. Serentak semuanya mengintip di balik gorden. 

Yully          : (suara pelan) Mom! Pap! Tuh Leena pulang.
Papa          : Mbok, cepat matikan lampunya!
Leena         : (membuka pintu sambil mengendap-endap)

Tiba-tiba lampu di ruang keluarga menyala.

Leena        : (terkejut) Aigo, lagi pada ngumpul nih.
                  Annyeong Omma, Appa, Yully Eonni, Mbok.
                  (tersenyum sambil melambaikan tangan)
                  Kok belum pada tidur sih?
Mama        : Anak Mamah pinter ya.
                  Kenapa nggak besok pagi aja pulangnya?
Leena        : Ya sih Mah, tadinya Leena mau pulang pagi,
                  tapi uang Leena habis. (menyeringai)
Papa         : Emang kamu dari mana aja?
                  Mamah kamu udah kayak kakek-kakek
                  kebakaran jenggot.
Yully          : Jagung bakar kali, Pah.
Leena         : (memasang tampang bersalah)
                   Mianhe, Omma. Mianhe, Appa.
                   Maaf, udah buat cemas Omma dan Appa.
Yully          : Deu… Leena. Hari gini maaf-maaafan.
                  Lebaran kali…
Leena       : So what gitu lho… (melotot ke arah puteri)
Papa         : Sudah-sudah, semua diam!
                  Papah mau mendengar alasan Leena.
                  (semua duduk di sopa, Mbok Yem ke belakang)
Leena        : Tadi Leena pergi ke toko buku ikut mobil Leni.
                  Nah, karena buku yang kami cari agak langka,
                  jadi tadi keliling-keliling nyari ke seluruh toko buku yang ada di Bogor. Waktu kita mau pulang, mobilnya mogok di tengah jalan.
Mama        : Terus kenapa atuh HP kamu susah dihubungi?
                  Mamah nelepon berkali-kali, tapi mailbook terus.
Leena        : HP Leena mati, Omma. Baterainya lowbat.
                  HP Leni malah ketinggalan di rumahnya.
Yully         : Bohong tuh, Mom! Itu cuma alasan
                  biar lepas dari hukuman.
Leena        : Ih, Eonniiiiii! (mencubit lengan Yully)
Papa         : Apapun alasan kamu, kamu tetap bersalah.
                  Karena itu kamu harus dihukum sesuai
                  dengan aturan yang kita sepakati.
Yully          : (berdiri menghindari cubitan Leena)
                   Wah… kebetulan banget,
                   kamar mandi lagi bersih-bersihnya nih.
Mama        : Ya udah, kalo gitu mulai besok kamu kudu membersihkan kamar mandi selama tiga hari.
Leena       : Yaaaah, Omma. Berat banget sih hukumannya.
                  Satu hari aja ya, Omma. (merengek)
Mama        : Nggak bisa. Hukuman ini teu tiasa 
                  ditawar-tawar deui.            
                  Atau kamu mau, uang jajan kamu
                  dipotong selama seminggu?
Leena        : (menggeleng-geleng) Sirreo! Sirreo!
Yully          : Cucian deh lho… emang enak. (meledek)
Leena         : Biarin aja, wee… (menjulurkan lidah)
Mama         : Sudah-sudah ieu entos weungi,
                   sana kalian tidur! 

Semuanya masuk ke kamar masing-masing 
untuk beristirahat.

Hubungan Timbal Balik Antara Sastrawan, Sastra, dan Masyarakat

Sastrawan, sastra, dan masyarakat mempunyai hubungan yang sangat erat. Sastrawan sebagai pencipta karya sastra merupakan bagian dari anggota yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Karena itulah ketika seorang sastrawan membuat karya sastra, ia akan dipengaruhi oleh kondisi yang sedang berkembang di masyarakat. Dengan kata lain, seorang sastrawan akan menulis karya sastra yang melukiskan kenyataan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Contohnya, seorang sastrawan melihat terjadinya ketidaksesuaian adat istiadat atau gejala sosial lain yang mengganggu pikirannya sehingga ia mencoba membuat suatu pemecahan masalah dengan membuat sebuah novel. Sastrawan itu berharap karyanya dapat membuka pikiran masyarakat. Bukti atas hal itu dapat kita lihat pada novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli yang membuka mata masyarakat tentang kawin paksa. Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata juga membuka mata masyarakat tentang problematika kemiskinan yang menjerat masyarakat Belitong, kesenjangan sosial, dan problem pendidikan.

Paparan di atas menunjukkan bahwa sastra dapat memengaruhi masyarakat. Oleh karena itu, sastra harus dipacu untuk mengubah masyarakat dengan menciptakan sastra-sastra yang berkualitas sebagai perwujudan masyarakat yang dinamis.

Karya sastra hendaknya tidak hanya mencerminkan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, tetapi harus turut membangun masyarakat. Dalam arti sastra hendaknya tidak membuka mata orang tentang kekurangan-kekurangan dalam masyarakat, tetapi juga melanjutkan jalan keluar.

Jadi, jelaslah antara sastrawan, sastra, dan masyarakat mempunyai hubungan yang erat karena dalam membuat karya sastra seorang sastrawan dipengaruhi oleh keadaan masyarakat. Begitu pun sebaliknya, keadaan masyarakat bisa berubah dengan adanya sebuah karya sastra yang diciptakan sastrawan.

Pengaruh Sastra Terhadap Hubungan Sosial Anak

Sastra dan kegiatan yang berkaitan dengan sastra dapat membantu dan menunjang pengembangan hubungan sosial anak. Maksudnya sastra dapat membantu dan menunjang pengembangan hubungan sosial anak di lingkungan keluarga, teman sebaya, lingkungan sekolah, dan dunia orang dewasa dengan cara mendorong anak-anak untuk bertindak lebih sensitif terhadap perasaan orang lain.

Dengan membaca karya sastra, anak-anak juga akan mampu menyadari dan memahami perasaan-perasaan yang beraneka ragam yang dimainkan orang serta mengenali konsep-konsep perbedaan pandangan pada manusia. Bahkan, sastra dapat memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan baru dalam menyikapi masalah.

Selain itu, banyak manfaat dan nilai yang dapat diberikan oleh sastra bagi perkembangan anak-anak. Dari segi perkembangannya, ternyata sastra anak-anak dapat menunjang perkembangan bahasa (memberikan penambahan kosakata baru dan logika bahasa atau merangkai kata), kognitif (memberikan pengalaman dan perkembangan daya pikir anak-anak ke arah yang lebih baik), personalitas (mengembangkan kepribadian anak dalam menyikapi kehidupan), dan sosial (menjadikan anak lebih peka dalam memasuki lingkungan yang telah ada atau lingkungan yang baru sehingga anak mampu bersosialisasi dengan baik).  

Jika Aku Menjadi



Jika aku menjadi seperti yang lain
Hidup bercahaya
Mungkin saja aku kehilangan rasa syukur
Tak tersenyum dalam damai
Coba kau jadi aku
Sanggupkah bernafas tanpa udara?
Namun kunikmati nasib dan takdir hidup ini
Bila Tuhan yang mau

Jika aku menjadi
Mengubah melawan garis yang tertulis
Bukannya Tuhan tak mendengar doa kita
Dia tahu yang terbaik
Jika aku menjadi

Itu adalah penggalan lirik lagu. Tahu lirik di atas? Yupz, itu lagu Melly Goeslow. Tentu saja, lagunya mellow. Cocoklah untuk didengar telingaku (hehe). Sengaja ku-copas. Tapi, aku tidak akan membahas lagu di atas. Hanya terus terang lagu itu menginspirasiku untuk membuat tulisan ini (hehe).

Jika aku menjadi??? Emm... jika aku menjadi bunga, kau yang jadi kumbangnya. Jika aku menjadi prangko, kau yang jadi amplopnya. Jika aku menjadi ratu, kau yang jadi rajanya. Jika aku menjadi putri, kau yang jadi pangerannya. Jika aku menjadi dokter, kau yang menjadi pasiennya. Jika aku menjadi guru, kau yang menjadi muridnya. Jika aku menjadi foto model, kau yang menjadi fotografernya. Jika aku menjadi istri, kau yang jadi suaminya. Halah, ngelantur tingkat tinggi... wkwkwk. Maaf maaf, intermezo dikit (wehehe).

Jika aku menjadi? Sungguh, aku tak ingin menjadi siapa-siapa, hanya ingin menjadi diri sendiri (hehe... sok bijak :D). Aku bahagia dengan keadaanku sekarang. Aku bahagia menjalani hidupku. Aku bahagia dengan apa-apa yang kupunya dari pemberian-Nya. Jika ada beberapa impian yang belum kukecap, aku hanya perlu bersabar dan berusaha. Aku yakin mimpiku akan terwujud. Sungguh, Allah Maha Mendengar rintihan hamba-Nya. Jika pun nanti mimpi itu tak sesuai dengan angan-anganku, aku harus berusaha ikhlas menerimanya. Aku yakin semua keputusan-Nya atas hidupku adalah yang terbaik. Sungguh, Allah Mahatahu hal terbaik untuk hamba-Nya. Dengan keyakinan itulah, aku bisa menerima dan menjalani hidupku dengan tenang.

Well, waktu kecil, aku pernah bermimpi ingin menjadi dokter. Dilihat-lihat, kayaknya elegan dan keren kalau memakai jubah/jas putih (hehe). Waktu kecil, aku punya tekad ingin bisa mengobati ibu, ayah, dan adik-adik kalau mereka sedang sakit. 

Seiring waktu berjalan, keinginan tersebut hanya tinggal keinginan. Apalah dayaku, ternyata aku tidak kuat berada di rumah sakit, benci minum obat, takut disuntik (apalagi menyuntik), ngeri melihat darah, dan suka serta merta lemas mendadak tak karuan jika mendengar kata operasi. Huhu, akhirnya sirnalah keinginan itu. Ditambah lagi, ternyata biaya kuliah di kedokteran itu selangit alias mahalnya tak ketulungan. Uh uh makin menguaplah cita-cita masa kecilku.

Akhirnya, aku memutuskan mengganti cita-cita. Tapi, tak mudah memutuskan hendak menjadi apa. Aku bingung bukan kepalang. Atas arahan dan dukungan orang tua juga sanak saudara, aku memilih menjadi seorang guru. Guru? Ah, benarkah aku seorang guru? Layakkah aku menyandang predikat mulia itu? Hmm... rasanya belum. Aku masih belajar menjadi seorang guru. Masih perlu belajar untuk menjadi sosok yang layak digugu dan ditiru. 

Kini, aku merasa enjoy dengan pilihan ini. Aku bahagia karena Allah telah menakdirkanku menjadi seorang calon guru. Tidak, aku tidak berniat ingin menjadi apa pun lagi. Aku hanya ingin menjadi guru yang baik, guru yang mampu memberi keteladanan, juga guru yang bersikap profesional dan berdedikasi. Aku hanya ingin menjadi guru yang memberi manfaat pada siswa-siswa. Aku ingin menjadi salah satu orang yang bisa mengubah dunia dengan mencetak generasi-generasi berkualitas harapan umat. Aku ingin turut andil dalam mencerdaskan anak bangsa.

Di atas itu semua, tentu saja aku ingin menjadi hamba yang baik di mata-Nya, hamba yang patuh dan penurut pada-Nya, dan hamba yang istiqomah di jalan-Nya. Suatu saat kelak, aku ingin menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Maka, aku harus berupaya, berjuang, dan berkerja keras dengan melakukan amal-amal yang bisa menghantarkanku pada surga. Ya, hanya dengan beramal. Gelar, jabatan, harta, kedudukan, atau apa pun yang kusandang di dunia, semuanya takkan bisa membantu. Saat mati, aku hanya membawa amal.

Rabbi... berilah aku kekuatan. Beri aku hati yang kuat dan berani agar bisa mengubah apa-apa yang bisa kuubah. Beri aku hati yang ikhlas dan tegar agar bisa menerima apa-apa yang tidak bisa kuubah.

Rabbi... tuntunlah langkahku. Mudahkanlah aku dalam beramal. Ringankanlah tanganku dalam melakukan kebaikan.

Amin yaa rabbal alamin... 

Heni: Si Cantik Bermata Belo



Namanya Heni Handayani. Kami biasa memanggil Eni sebagai nama pendek. Kadang-kadang adeku yang lain iseng memanggilnya “Chun-Hyang” (Chun-Hyang adalah tokoh utama dalam serial drama Sassy Girl Chun-Hyang). Putri kecil ini lahir ke dunia pada bulan Ramadhan, tepatnya 31 Oktober 2004. Dia adalah adik bungsuku.

Kami beruntung memilikinya. Selain cantik, imut, dan manis, ia juga anak yang baik. Benar-benar membuat gemas. Dari kecil sudah menunjukkan gejala anak salihah. Shalat dan ngajinya rajin. Terlebih  setelah kubelikan mukena, ia makin keranjingan shalat. Jika azan maghrib berkumandang dari masjid sebelah, ia serta merta mengambil wudlu tanpa diminta. Bahkan, mengajak kakak-kakaknya untuk shalat berjamaah. Subhanallah. Sungguh kami malu dibuatnya.

Gadis bermata belo ini agak pemalu, apalagi berhadapan dengan orang baru yang belum dikenalnya. Tapi, di rumah, di tengah tengah kami, ia amat ceria dan cerewet. Sering kali ocehan dan celetukannya membuat kami tergelak dan tertawa. Ia benar-benar telah menjelma menjadi penghibur di tengah tengah kami. Ia pun amat pintar memberi komentar.

Daya ingat dan kemampuan menghafalnya amat kuat. Tak heran, ia akan mudah menghafal bacaan surat, lirik lagu, atau apa pun yang masuk ke gendang telinganya. Bahkan, dengan fasih ia bisa mengucapkan kata “gomawo”, “gamsahamnida”, “annyeong”, “molla”, “sirreo”, “eotteokajo”, dan “saranghae”. Nah, ini gara-gara ikut-ikutan kakaknya nonton drama korea (kkkkk…). Selain itu, ia senang menyanyi. Jadi, sebentar-sebentar pasti ia akan melafalkan lirik lagu yang berhasil dihafalnya. Tak hanya lagu-lagu Indonesia, lagu-lagu korea pun sedikit-sedikit biasa ditirukannya. Ckckck.. benar-benar kebawa demam korea :D.

Meski bungsu, ia tidak terlalu manja. Sedikit menunjukkan kemanjaan pernah sih, namanya juga masih anak-anak. Tapi, untuk anak seumurannya, ia tergolong mandiri. Pagi-pagi udah bangun, terus langsung mandi sendiri. Makan pun tak perlu disuapi lagi. Cuma kadang-kadang kalau sedang sakit, sifat manjanya pasti kumat sehingga ia suka merengek-rengek kepada ibu. Apalagi, kalau lagi malas, disuruh mandi susahnya minta ampun deh.

Di rumah, ia sering menjadi korban keisenganku dengan menjadi foto model sukarela (hehe). Tinggal kuarahkan sedikit, ia akan berpose dengan aneka gaya. Tampangnya lucu kalau difoto. Wajahnya ternyata fotogenik.

Satu hal yang membuat kami kelimpungan dalam menghadapi sikapnya, yaitu ia gampang menangis (sama seperti diriku :D). Biasanya gara-gara bertengkar dengan teman-teman mainnya atau berantem dengan kakaknya (Fahmi). Hatinya benar-benar sensitif. Dalam sehari ia bisa nangis berkali-kali. Memang wajar sih, namanya juga anak kecil. Tapi, rasanya tidak tega membiarkannya mengeluarkan air mata. Kalau sudah begitu, biasanya aku turun tangan. Ajaib, begitu kurayu, ia akan langsung berhenti menangis. Padahal, dirayu oleh ibu atau ayah, belum tentu tangisannya cepat reda.

Entahlah, ia begitu penurut kalau berhadapan denganku. Seperti ada rasa segan terhadapku. Bahkan untuk meminta sesuatu pun, ia tidak berani. Pasti kalau ingin dibelikan sesuatu, ia akan bilang pada ibu atau ayah. Kalau sedang malas mandi, aku yang suka menyuruh dan ia akan langsung melaksanakannya dengan patuh. Kalau sedang menangis, aku pula yang merayunya. Pernah waktu itu ia sedang main di rumah tetangga dan tidak mau pulang padahal hari sudah sore dan ia belum makan, akhirnya ayah membujuknya dengan berkata, “Teh Ai udah pulang”. Eh, beneran ia pun pulang. Jadi, sekarang orang-orang rumah sering mengatasnamakan aku jika ingin melarang dia melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Anehnya, begitu namaku disebut, ia akan langsung menurut tanpa membantah.

Kadang aku berpikir dan bertanya-tanya, apa dia takut padaku? Tapi, aku tak pernah menjahili atau mengusilinya. Seingatku, aku jarang sekali memarahinya. Aku selalu memperlakukannya dengan lembut. Segala kemauannya aku belikan. Tapi, kenapa dia tidak berani bicara bebas sebebas dia bercerita dan bercengkrama dangan teman-teman atau kakak-kakaknya yang lain? Aduh, sedih rasanya. Akhirnya, aku yang malah sering bertanya padanya dan ia akan menjawab malu-malu dengan jawaban yang singkat. Duh duh, why? Why?

Surat dari Sahabat pada Hari Wisuda

Wisuda? Hmm.. . bagiku hari yang bertabur kebahagiaan. Bahagia karena aku mampu menuntaskan amanah orang tua untuk menuntut ilmu di bangku kuliah. Bahagia karena perjuanganku selama empat tahun di kampus menemukan muaranya. Bahagia karen a salah satu mimpiku terwujud. Bahagia karena menyaksikan wajah ibu dan ayah menyunggingkan senyum atas keberhasilan putrinya ini. Bahagia karena aku memperoleh banyak ucapan selamat dari teman-teman. Berbagai sms memenuhi inbox. Beberapa tangkai bunga aku terima. Bermacam-macam kado aku dapatkan.

Di antara kado-kado kiriman itu, aku menerima sebuah surat ucapan selamat dari seorang sahabat. Dibandingkan dengan yang lain, surat ini termasuk surat terpanjang sepanjang dunia persurat-suratan di tanah air :D. Ada haru dan bahagia ketika membacanya. Nih isi suratnya (sssttt... jangan bilang-bilang ke si pengirim ya, takutnya nanti dia malu, hehehe...).

Bandung dulu
Baru Jakarta
Senyum dulu
Baru dibaca


Wahai ukhti… pemilik wajah seindah bulan, kuucapkan selamat atas prestasimu yang begitu gemilang. Engkau bisa lulus sidang skripsi dengan hasil yang terbaik.  Sungguh dirimu termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung. Semoga ilmu yang telah kau dapatkan berkah di dunia dan akhirat.


Wahai ukhti… pemilik senyum menawan, kudoakan selalu semoga Allah Yang Agung selalu merahmati dan memberkahi kehidupanmu di mana pun berada kelak dan semoga apa yang kau cita-citakan dapat terwujud dan berjalan dengan ridha-Nya. Amin.


Ukhtiku… yang baik hatinya, tidak terasa waktu cepat sekali berlalu. Meninggalkan kita dalam kenangan yang terindah. Rasanya baru kemarin kita melalui hari-hari nan indah, suka dan duka selama kita belajar di Unpak ini. Sungguh, waktu berjalan begitu cepat dan usia terus saja mengambil jatahnya.


Ukhtiku yang manis, satu hal yang begitu aku syukuri adalah aku bisa mengenal dan bersahabat denganmu. Menjalin persaudaraan karena Allah, karena ikatan akidah Islam yang menyatukan kita dalam sebuah persahabatan yang indah dan berkumpul di dalam barisan orang-orang yang saleh dan salihah, para pengemban risalah Islam yang mulia. Mereka adalah orang-orang yang beruntung dan semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang beruntung tersebut. Semoga Allah selalu memberkahi persahabatan dan persaudaraan kita sehingga kita bisa dikumpulkan kembali di surga-Nya kelak. Amin.


Ukhtiku… kuingat sebuah kisah ketika seorang putra raja hendak mencari seorang teman. Semua putra para pejabat kerajaan tidak ada satu pun yang sesuai dengan apa yang dikatakan ayahandanya. Sampai suatu saat, seorang teman sejati itu ada, yaitu berasal dari pemuda miskin yang saleh. Ayahnya tersenyum dan berkata, “Teman sejati adalah teman setia dalam suka dan duka. Teman baik yang akan membantu kita menjadi orang baik. Teman sejati yang mau berteman dengan kita bukan karena derajat kita, tapi karena kemurnian cinta itu sendiri yang terlahir dari keikhlasan hati. Dia mencintai kita karena Allah. Atas dasar itu, kita pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan karena Allah. Semoga kekuatan cinta itu akan melahirkan kekuatan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kebaikan cinta itu akan terus bersinar dan membawa kita masuk surga-Nya.”


Subhanallah… benarlah apa yang dikatakan oleh baginda sultan itu. Tak terasa aku menangis. Sungguh di zaman sekarang sangat sulit menemukan teman sejati, teman yang bisa kita ajak dalam suka dan duka. Sangat sulit menyatukan karakter, menyamakan visi misi, dan memahami sifat masing-masing. Terkadang kita tidak bersabar menghadapinya. Tapi, terkadang pula kita kurang peka menilai arti sebuah persahabatan.


Ukhtiku sayang, bagiku sahabat sejati adalah dirimu. Ya, dirimu adalah sahabat sejati yang kusayangi, yang kujadikan tempat mengadu, meminta nasihat, dan memohon bantuan. Dirimu salah satu sahabat yang bisa mengertiku, mau menerima keadaanku apa adanya, dan mau bersabar dalam memahami sifatku yang memang manja dan kurang bisa berdiri sendiri. Ya, aku sadar dengan hal itu. Aku memanglah gadis penakut dan benci dengan kesendirian. Aku selalu ingin ditemani. Mungkin sifatku ini banyak membuat repot dan terkadang membuat sebal orang lain. Hanya sedikit sekali teman yang benar-benar mau bersabar menghadapiku. Oleh karena itu, ya ukhtiku yang salihah, maafkanlah aku bila terlalu sering merepotkan dan menyusahkanmu. Maafkan aku juga bila sikapku, ucapanku, dan tingkah lakuku tak berkenan di hatimu. Maafkanlah kau dunia dan akhirat karena sebagai manusia aku lemah dan tak luput dari kesalahan, kekurangan, dan dosa.


Ukhtiku… kuucapkan terima kasih atas semua kasih sayangmu yang begitu tulus padaku. Terima kasih atas semua kebaikan dan pengertianmu dalam memahamiku. Semoga Allah selalu melindungimu, merahmatimu, dan memberkahi kehidupanmu. Semoga persahabatan kita selalu dinaungi cinta-Nya.


Ukhtiku… di hari bahagiamu ini, ingin sekali aku memberikan sesuatu yang terindah, sesuatu yang berharga, sesuatu yang takkan pernah kau lupakan seumur hidupmu, sesuatu yang bermanfaat dunia akhirat. Tapi, aku bingung, apakah itu? Karena aku hanya manusia biasa, lemah, terbatas, dan tak berdaya.


Maafkan aku karena tak bisa memberimu sesuatu yang berharga itu. Aku juga tak bisa memberimu hadiah cokelat yang bisa merusak gigi :D. Aku pun tak bisa memberimu sekuntum apalagi seikat bunga yang kesegarannya hanya sebentar kau rasakan, lalu layu terkulai :D. Seperti yang kau lihat, aku hanya bisa memberi apa yang bisa kuberi. Walau kecil dan aneh, benda ini memiliki arti lebih di mataku. Semoga kau dapat menerima hadiah kecil dariku ini dengan gembira, lapang dada, dan sukacita karena hanya ini yang bisa kuberi.
....


With love,


Noerma Dj.
  
Stop! Jari-jariku sudah kram, tak sanggup lagi meneruskannya (hehe). Sebenarnya masih ada beberapa paragraf lagi, tapi cukuplah segitu aja isi surat yang kutampilkan untuk konsumsi publik. Selebihnya biarlah menjadi rahasia antara si pengirim surat dan si penerima surat (hehe).

Aku, Buku, dan Angkot





Midnight Sun - BSR 1 - BSR 2 - BSR 3 - BSR 4 - BSR 5 - BSR 6 - BSR 7 - BSR 8 - BSR 10 - Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin - Backpacker Surprise - Kidung Kembara - Mencari Belahan Hati - The Journey - Summer in Seoul - Winter in Tokyo - The Gogons - Autumn in Paris - Eliana - Fate - Spring in London - Wisdom of Womens - Bidadari Bumi - Rumah Seribu Malaikat - 9 Summers 10 Autumns - Negeri 5 Menara (masih dibaca) - Ayahku (Bukan) Pembohong (akan dibaca) - Ranah 3 Warna  (akan dibaca) - Padang Bulan (akan dibaca) - Cinta di Dalam Gelas (akan dibaca).

Banyak bener! ckckck... Pantes akhir-akhir ini kepalaku terasa berat. Ternyata terlalu banyak menyerap kosakata. Terlalu banyak kisah yang memenuhi benak. Uh, rasanya hampir meledak! :D

Deretan buku di atas tidak semuanya milikku. Sebagian buku yang kubaca adalah pinjaman dari teman. Sebagian lagi kubeli sendiri dengan uang hasil kerja keras membanting tulang (lebay :D).

Kebiasaan lamaku kambuh, sobat. Tiada hari tanpa novel (wehehe..). Bukan! Bukan karena aku punya banyak waktu luang, apalagi tak ada kerjaan. Kerjaan banyak sebenarnya. Agendaku cukup padat (alah, sok sibuk ya.. :D). Aku menyengaja membacanya.

Buku-buku itu sengaja kubaca untuk menghalau dan mengusir rasa bosan yang hinggap. Meski menyukai dan menikmati aktivitas harianku sekarang, tetap saja rasa bosan kadang muncul di tengah rutinitas harian yang monoton. Ditambah lagi jarak rumahku ke kantor jauh banget. Beuh, bener-bener perjalanan yang melelahkan. Menguras waktu, tenaga, dan kantong (hehe... yang pernah maen ke rumahku, pasti kebayang kan segimana jauhnya? :D).

Nah, untuk mengisi kekosongan waktu dalam perjalanan sehari-hari dari rumah ke kantor dan untuk mengisi sela-sela waktu di tengah rutinitas harian, aku melahap novel-novel itu satu demi satu (nyam nyam ajib :D). Hasilnya, lumayan membantu. Perjalanan panjangku tak terasa lama. Waktuku tidak berlalu sia-sia amat. Keuntungan lain, aku menemukan inspirasi dan motivasi baru untuk menjalani hari-hari. Saat membacanya, kadang aku tersenyum-senyum sendiri, kadang ikut tergelak atau tertawa terpingkal-pingkal, kadang ikut mencucurkan air mata, kadang ikut geram setengah mati, dan kadang ikut deg-degan tak karuan. Membaca kisah-kisah itu membuatku merasa senang. Banyak pelajaran yang bisa kupetik. Mungkin kapan-kapan akan kuulas buku-buku itu satu per satu (semoga terwujud).

Ngobrolin tentang buku sebenarnya membuat hatiku cenut-cenut. Pasalnya, aku tengah kehilangan buku tiga hari lalu. Tidak tanggung-tanggung, langsung tiga biji. Meski berkali-kali mencoba mengikhlaskan, rasanya tetap berat. Kehilangan benar-benar menyakitkan. Walau berkali-kali telah mengalaminya, tetap saja terasa pedih sampai ke ulu hati.

Kenapa bisa hilang? Itu pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut teman-temanku. Yah, rasanya memang agak aneh kalau buku bisa hilang. Tapi itulah kenyataannya. Tiga novelku telah berpindah tangan. Entah ada di tangan siapa sekarang. Novel-novel itu hilang bukan karena dicuri, tapi gara-gara ketinggalan di angkot.

Begini ceritanya, hari itu kedua temanku mengembalikan novel yang mereka pinjam. Yang satu berjudul Twilight dan satu lagi Ayahku (Bukan) Pembohong. Ditambah novel Negeri 5 Menara yang sedang kubaca, akhirnya novel yang harus kubawa pulang berjumlah tiga. Karena tidak muat dimasukkan ke dalam tas, terpaksa novel-novel itu kutenteng di kantong plastik.

Singkat cerita, ketika naik angkot, aku duduk di kursi penumpang sebelah kiri dan novel-novel malang itu kusimpan di kursi. Kebetulan saat itu penumpang sepi. Nah, saat turun dari angkot, aku keluar lenggang kangkung. Benar-benar melupakan novel-novelku. Benar-benar tidak ingat alias tidak ngeh (pas turun memang tidak ada siapa-siapa di angkot, jadi tidak ada yang mengingatkanku). Turun dari angkot, kakiku menuju ATM.

Aku baru sadar tidak membawa tentengan buku saat duduk manis di dalam angkot menuju ke rumahku. Kesadaranku muncul setelah angkot itu bersiap meninggalkan Kota Bogor. Ironisnya, aku benar-benar lupa telah meninggalkan novel-novel itu di mana. Serta merta aku menyetop angkot, lalu turun sembarang di tepi jalan. Setelah menyeberang, aku naik angkot ke arah Bogor.

Saat di angkot itu aku sibuk mengingat-ingat, antara ATM atau angkot 08 Ramayana-Wr. Jambu. Untuk memastikannya, aku kembali ke ATM. Hatiku berharap novel-novel itu tertinggal di sana sehingga kemungkinan besar masih bisa didapatkan kembali. Ternyata di sana tidak ada apa-apa.  Aku pun sempat memastikan dengan bertanya pada satpam yang sedang berjaga. Dia tidak melihatnya.

Berarti novelku ketinggalan diangkot. Angkot itu pasti sudah berjalan ke arah Warung Jambu. Tidak mungkin untuk disusul karena sulit mendeteksi angkot mana yang membawa novelku. Apalagi bila mengingat, begitu banyak angkot 08. Aku sama sekali tidak ingat sudah naik angkot dengan nomor polisi berapa. Bahkan, wajah Pak Sopir pun sama sekali tak muncul di benakku. Itu artinya kemungkinan novelku bisa ditemukan sangat kecil. Seketika ada rasa sedih menerjang. Tubuhku lemas. Aku terpaku seperti orang linglung. Wajahku melongo. Sock berat.

Dengan langkah gontai seperti habis dihajar di ring tinju, aku berjalan ke arah jalan. Lalu, berdiri mematung di pinggir jalan sambil mengamati angkot 08 yang melintas. Kepalaku sibuk melongok ke dalam angkot-angkot itu. Nihil, tak satu pun angkot yang sedang tertangkap membawa novelku. “Kembalikan novelku ya Tuhan,” pintaku berulang-ulang dengan harap-harap cemas. “Ya Allah, selamatkan novelku,” ucapku lirih saat mataku lelah mengamati angkot yang lewat. Akhirnya, kuputuskan pulang saja.

Aku pulang
Tanpa dendam
Kuterima kekalahanku
#SOS

Separuh jiwaku pergi
#Anang

Entah di mana dirimu berada
Hampa terasa hidupku tanpa dirimu
#Ari Laso

Beberapa potong lirik lagu di atas memenuhi kepalaku saat melangkah. Hahah.. konyol memang, dalam keadaan sedih masih saja mengingat lirik lagu :D.

Siapa pun yang mengamankan novelku, semoga diberi ilham untuk mengembalikan novel itu ke tanganku (di salah satu novel itu ada nomor HP-ku). Sampai kini, aku masih berharap orang itu akan menghubungi.  “Mungkin dibaca dulu kali. Nanti kalo udah selesai, baru dikembaliin,” begitu hibur teman-temanku. Yah, meski sampai detik ini tak ada kabar yang dinantikan tersebut, aku tetap berharap. Maka, aku akan terus menunggunya selama seminggu ke depan.

Jika pun nanti, novel itu tidak kembali lagi, aku akan berusaha mengikhlaskannya. Insyaallah aku akan membeli novel baru dengan judul yang sama. “Ketika Allah mengambil sesuatu, Dia akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik”. Hanya itu kalimat ampuh yang kuucapkan berulang-ulang untuk menguatkan pertahananku yang selalu jebol jika mengingat kejadian ini.

Dalam kesempatan ini, aku mengetuk hati pembaca supaya ikut berdoa untukku. Semoga aku diberi keikhlasan hati dan limpahan rezeki sehingga bisa secepatnya membeli novel lagi. Amin. Syukron ^__^
Copyright 2009 SAHABAT HATI. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy