RSS

Pertanyaan yang Sama


Suatu petang di dalam angkot. Jalanan macet. Mobil-mobil berderet, mengular panjang ke belakang. Suara klakson nyaring bersahut-sahutan di udara. Membuat kepalaku bertambah nyut-nyut. Hatiku masih panas akibat masalah di kantor. Tiba-tiba seorang laki-laki bertanya.
"Pulang kuliah?" tanyanya dengan mimik serius.
Seketika aku ingin tertawa melihat tampangnya, tapi kutahan. "Nggak," jawabku datar.
"Kerja?" tanyanya penasaran.
"Waduh, nih orang niat banget," gumamku dalam hati. Dia masih menunggu jawaban.
"Abis ngajar." jawabku pendek.
"Oh, kirain masih kuliah. Wah, berarti ibu guru dong," selorohnya.
Aku hanya menyeringai.
"Ngajar di mana, Bu?" lanjutnya. Uhuk, rasanya terdengar aneh di telingaku.
"Pajajaran."
"Ngajar siswa apa? SMA?"
"Ya," ucapku sambil ngangguk. "Bukan cuma SMA. SD dan SMP juga," lanjutku hanya dalam hati.
"Udah lama?"
"3 tahun."
"Ow. Kok pulangnya malam? Rapat dulu?"
"Ada jadwal ngajar sore. Kan saya ngajar di tempat les, bukan di sekolah. Paginya murid-murid belajar di sekolah, trus siang sampe sore belajar di tempat les," jelasku panjang lebar dengan suara seramah mungkin.
"Oh," ujarnya manggut-manggut sok paham. "Ngajarnya tiap hari?"
"Ya."
"Tiap hari pulangnya jam segini?"
"Kadang-kadang. Kalo nggak ada ngajar sore, jam 4 udah pulang."
"Berangkat dari rumah jam berapa?"
"Kadang jam 7, kadang jam 9."
"Oh. Berarti jadwalnya nggak tetap ya?"
Ckckck... Waduh, nih orang pengen tahu aja deh. Aku mulai menggerutu meski hanya dalam hati. Mati-matian aku berusaha menyembunyikan kekesalan dan ketidaknyamanan.
Hening. Dia tidak berusaha bertanya lagi. Aku sibuk menerawang. Memikirkan masalah kantor.
“Rumahnya di mana?” tanyanya memutus lamunanku.
Aku melongo. “Oh, Tuhan… tolonglah. Bebaskan aku dari situasi tak nyaman ini. Nih orang aneh-aneh aja, nggak tau apa aku lagi pusing,” gerutuku masih dalam hati. Sungguh, ini benar-benar menyiksa. Tapi, aku tak bisa mengelak. Hanya menjerit dalam hati.  Mana perjalanan menuju rumah masih jauh.
“Bojong Kopi,” jawabku sambil berharap ini pertanyaan terakhir.
“Bojong Kopi… Bojong Kopi…,” ulangnya seperti sedang mengingat-ingat. “Oh, yang masuk lewat gang deket masjid ya?”
“Ya,” jawabku. Heran deh kenapa nih orang tahu.
“Saya juga sering lewat sana.”
“Oh,” aku ngangguk-ngangguk sok mempercayainya.
“Kenal dengan …. “ ia menyebutkan sebuah nama.
“Hmm… nggak.”
Lengang. Dia berhenti bertanya. Aku kembali asyik melamun.
“Udah nikah belum?” tanyanya kemudian.
What? Oh, Tuhan. Hmm… pasti begini. Sudah kuduga, ujung-ujungnya pasti begini. Sudah beberapa kali pertanyaan seperti ini terlontar. Tentu saja, aku paham arah pertanyaan mereka. Sangat paham. Tapi, aku pura-pura cuek. Menanggapinya dengan biasa.
“Kelihatannya gimana, udah atau belum?” ujarku balik nanya, padahal berusaha mengelak dari pertanyaannya.
“Belum ya?”
Aku hanya menyeringai datar.
“Tapi pasti udah punya calon,” ucapnya sok tahu.
Lagi-lagi aku hanya menyeringai. Cukup sudah aku dibuatnya kesal bukan kepalang. Lalu, aku menyibukkan diri dengan memainkan HP. Berharap dia tak berani bertanya macam-macam lagi. Beruntung angkot sudah hampir mendekati terminal. Yup, sebentar lagi aku turun dan bebas dari tempat yang kaku ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 SAHABAT HATI. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy